I. Pendahuluan
Perseroan Terbatas (Limited Liability Company, Naamloze Vennootschap) adalah bentuk yang paling populer dari semua bentuk usaha bisnis. Yang di maksud dengan Perseroan Terbatas menurut hukum Indonesia adalah suatu badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian antara dua orang atau lebih, untuk melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham-saham. Dahulunya, Perseroan Terbatas diatur dalam kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Akan tetapi, ketentuan tentang Perseroan Terbatas dalam kitab Undang-Undang Hukum Dagang tersebut kemudian tidak berlaku lagi setelah adanya Undang-Undang Perseroan Terbatas yang merupakan Undang-Undang yang khusus mengatur tentang Perseroan Terbatas.
Dari berbagai bentuk perusahaan yang ada di Indonesia, seperti firma, persekutuan komanditer, koperasi dan lain sebagainya, bentuk perusahaan PT merupakan bentuk yang paling lazim, bahkan sering dikatakan bahwa PT merupakan bentuk perusahaan yang dominan. Dominasi PT tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di Amerika Serikat dan negara-negara lain.
PT sangat menarik minat investor atau penanam modal untuk menanamkan modalnya, bahkan PT sudah menarik hampir seluruh perhatian dunia usaha pada tahun-tahun belakangan ini dikarenakan oleh perkembangan haknya dalam hidup perekonomian di banyak negara. Dengan dominasi yang besar di Indonesia, PT telah ikut meningkatkan taraf hidup bangsa Indonesia, baik melalui Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), sehingga PT merupakan salah satu pilar pekonomian nasional. Lebih dipilihnya PT sebagai bentuk perusahaan dibandingkan dengan bentuk yang lain ini dikarenakan oleh dua hal, pertama, PT merupakan asosiasi modal, dan kedua, PT merupakan badan hukum yang mandiri. Sebagai asosiasi modal maka ada kemudahan bagi pemegang saham PT untuk mengalihkan sahamnya kepada orang lain, sedangkan sebagai badan hukum yang mandiri berdasarkan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas (UUPT) menentukan bahwa pertanggungjawaban pemegang saham PT hanya terbatas pada nilai saham yang dimiliki dalam PT. Secara ekonomis, unsur pertanggungjawaban terbatas dari pemegang saham PT tersebut merupakan faktor yang penting sebagai umpan pendorong bagi kesediaan para calon penanam modal untuk menanamkan modalnya dalam PT.
Berdasarkan uraian tersebut, cukup jelas kiranya bahwa status badan hukum PT itu cukup penting. Persoalannya sekarang bahwa mengenai kapan mulainya status badan hukum PT itu beberapa kalangan masih ada juga yang memperdebatkan, yaitu apakah cukup setelah akta pendirian PT disahkan oleh Menteri (Pasal 7 ayat (6) UUPT), ataukah setelah akta pendirian PT disahkan oleh Menteri ditambah dengan telah dilakukan pendaftaran dan pengumuman terhadap PT (Pasal 7 ayat (6), Pasal 21, Pasal 22 dan Pasal 23 UUPT)?. Persoalan tersebut di atas diulas dalam tulisan ini dengan materi pembahasan meliputi tinjauan tentang badan hukum, status badan hukum PT, dan implikasi dari status badan hukum PT.
II. Proses Pendirian Perseroan Terbatas
Proses pendirian perseroan terbatas pada prinsipnya terdiri dari empat tahap, yaitu sebagai berikut:
a.Tahap Akta Notaris
Tahap Akta Notaris ini merupakan tahap awal dalam proses pendirian suatu Perseroan Terbatas. Akta Notaris tersebut diperlukan untuk merumuskan akta pendirian perseroan yang didalamnya terdapat anggaran dasar perseroan tersebut. Pada saat proses pendirian didepan notaris ini, maka minimal 50% dari modal ditempatkan sudah harus disetor. Disamping itu, pada saat tersebut nama Perseroan Terbatas yang definitif sudah harus ada yang berarti sebelumnya nama perseroan terbatas tersebut sudah harus di-reserve terlebih dahulu dari departemen kehakiman.
b. Tahap Pengesahan
Akta pendirian perseroan terbatas yang dibuat oleh notaris tersebut, yang didalamnya terdapat anggaran dasar, haruslah diajukan kepada Menteri Kehakiman untuk mendapatkan pengesahan.
c. Tahap Pendaftaran dalam Daftar Perusahaan
Setelah anggaran dasar perusahaan disahkan oleh yang berwenang, maka perusahaan tersebut harus didaftarkan dalam daftar perusahaan, yakni suatu daftar yang khusus di sediakan untuk itu.
d. Tahap Pengumuman dalam Berita Negara
Pengumuman dalam berita negara merupakan tahap terakhir dalam proses pendirian suatu perseroan terbatas. Hal ini dilakukan untuk memenuhi unsur keterbukaan kepada masyarakat bahwa suatu perseroan terbatas dengan nama tertentuserta maksud dan tujuan tertentu sudah didirikan.
III. Tanggung jawab Perseroan Terbatas
Tanggung Jawab dalam perseroan terbatas pada prinsipnya sebatas atas harta yang ada dalam perseroan tersebut. Itupula sebabnya disebut “terbatas” (Limited), yakni terbatas dari segi tanggung jawabnya. Dengan demikian, pada prinsipnya pihak pemegang saham, direksi atau komisaris tidak pernah bertanggung jawab secara pribadi. Artinya, jika ada gugatan dari pihak manapun, pihak pemegang harta pribadi dari pemegang saham, direksi atau komisaris pada prinsipnya tidak boleh ikut disita. Namun demikian, prinsip tanggung jawab terbatas tersebut tidak berlaku dalam hal-hal berikut:
a. persyaratan perseroan terbatas sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi.
b. Pemegang saham yang bersangkutan, baik langsung atau tidak langsung dengan etikad buruk memanfaatkan perseroan terbatas semata-mata untuk kepentingan pribadi.
c. Pemegang saham dari perseroan terbatas terlibat dalam pembuatan melawan hukum yang di lakukan oleh perseroan
d. Pemegang saham yang bersangkutan, baik langsung mapun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan, yang mengakibatkan kekayaan perseroan menjadi tidak cukup melunasi hutang perseroan terbatas tersebut.
e. Direksi akan bertanggung jawab secara pribadi jika dia bersalah atau lalai dalam menjalankan tugasnya selaku direksi.
f. Komisaris akan bertanggung jawab secara pribadi jika dia bersalah atau lalai dalam menjalankan tugasnya selaku komisaris.
IV. Modal dan Saham
1. Jenis-jenis modal perseroan terbatas;
a. Modal Dasar
Modal dasar merupakan seluruh modal perseroan, seperti yang ditulis dalam anggaran dasar baik yang sudah atau yang belum disetor.
b. Modal Ditempatkan
Modal ditempatkan adalah sebagian atau seluruh dari modal dasar yang telah diperuntukkan atau dijatah kepada pemegang saham tertentu.
c. Modal Setor
Modal setor adalah modal yang telah ditempatkan dan diperuntukkan bagi masing-masing pemegang saham dan telah disetor penuh oleh pemegang saham tersebut, sehingga uang penyetoran saham tersebut sudah dapat dipergunakan oleh perusahaan untuk menjalankan bisnisnya.
2. Klasifikasi Saham
Saham dari suatu perseroan terbatas dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Saham Biasa (Common Stock)
Saham biasa adalah saham yang tidak memiliki kelebihan dari saham lain.
b. Saham Preferen (Prefered Stock)
Saham preferen adalah saham yang mempunyai hak mendahului untuk memperoleh keuntungan, tetapi pemegang saham ini tidak memiliki hak mengurus dan tidak memiliki hak suara.
c. Saham Preferen Kumulatif (Cumulative Prefered Stock)
Saham preferen kumulatif adalah saham yang pembagian dividennya diakumulasikan antara tahun yang satu dengan tahun yang lainnya. Jika pada satu tahun tertentu PT tidak memperoleh laba yang cukup, sehingga tidak membagi dividen kepada pemegang saham dan dividen tersebut akan diperhitungkan dan dibayar pada tahun berikutnya jika laba sudah memungkinkan.
d. Saham Bonus
Saham bonus adalah saham yang diberikan secara cuma-Cuma kepada pemegang saham biasa. Hal ini dilakukan karena adanya keuntungan tahun-tahun sebelumnya dalam bentuk cadangan yang cukup besar. Untuk menghilangkan cadangan yang lalu tersebut, maka diganti dengan mengeluarkan saham bonus.
e. Saham Kosong
Saham kosong adalah saham yang dibeli kembali oleh PT dari para pemegang saham yang kemudian disimpan dan tidak ikut serta lagi dalam modal PT.
V. Organ-Organ Perseroan Terbatas
Adapun yang merupakan organ dari perseroan terbatas adalah sebagai berikut:
a. Rapat Umum Pemegang Saham
Merupakan organ perseroan yang mempunyai kekuasaan tertinggi dalam perseroan tersebut. RUPS terdiri dari rapat umum pemegang saham biasa(tahunan) dan rapat umum pemegang saham luar biasa.
b. Direksi
Merupakan organ perusahaan yang memiliki kewenangan menjalankan dan mengambil kebijaksanaan perusahaan atau eksekutif. Organ direksi ini dipilih oleh rapat umum pemegang saham dan karenanya harus pula bertanggungjawab kepada RUPS.
c. Komisaris
Merupakan organ yang melaksanakan fungsi pengawasan terhadap perseroan. Organ komisaris tersebut dipilih oleh rapat umum pemegang saham dan karenanya harus pula bertanggungjawab kepada RUPS.
VI. Kebaikan dan Keburukan Perseroan Terbatas
1. kebaikan Perseroan Terbatas
• Adanya tanggung jawab yang terbatas dari para pemegang saham terhadap hutang-hutang perusahaan
• Mudah mendapatkan tambahan modal atau dana, misalkan dengan mengeluarkan saham baru
• kelangsungan hidup PT lebih terjamin, sebab pemiliknya dapat berganti-ganti
• terdapat efisiensi pengelolaan sumber dana dan efisiensi pimpinan, karena pimpinan yang kurang cakap dapat diganti dengan yang lebih cakap.
2. Keburukan perseroan terbatas
• PT merupak subjek pajak tersendiri dan deviden yang di terima oleh pemegang saham di kenakan pajak lagi sebagai pajak pendapatan dari pemegang saham tersebut.
• mendirikan suatu PT tidak mudah atau lebih rumit, memerlukan akte notaris dan izin khusus untuk usaha tertentu dan semuanya itu memerlukan dana yang besar.
• Kurang terjamin rahasia perusahaan, karena semua kegiatan perusahaan harus dilaporkan kepada para pemegang saham, terutama yang menyangkut laba perusahaan.
VII. Jenis-Jenis Perseroan Terbatas
1. PT Terbuka
PT Terbuka atau PT umum adalah PT yang kebutuhan modalnya diperoleh dengan caramenjual sahamnya di bursa. Jadi, siapa saja dapat membeli dan memiliki sahamnya. Jenis saham yang dijual PT terbuka disebut “atas unjuk”.
2. PT Tertutup
PT Tertutup adalah PT yang saham-sahamnya hanya dapat dimiliki oleh orang-orang tertentu, yang biasanya keluarga atau teman dekat. Jenis sahamnya adalah “atas nama”.
3. PT Perseorangan
PT Perseorangan adalah PT yang seluruh sahamnya dimiliki oleh satu orang sekaligus bertindak sebagai.
4. PT Milik Negara
PT Milik Negara adalah PT yang sebagian atau seluruh sahamnya dimiliki oleh negara.
5. PT Kosong
PT Kosong adalah PT yang badan usahanya masih ada tetapi perusahaannya sudah tidak produktif lagi.
6. PT Domestik
PT Domestik adalah PT yang yang berdiri dan menjalankan kegiatan operasional di dalam negeri sesuai aturan yang berlaku di wilayah republik Indonesia.
7. PT Asing
PT Asing adalah PT yang didirikan di Negara lain dengan aturan dan hukum yang berlaku di Negara tempat PT itu didirikan. Namun pemerintah telah menetapkan bahwa setiap perusahaan asing yang ingin berbisnis dan beroperasi did alam negeri berbentuk PT yang taat dan tunduk aturan dan hukum yang ada di Indonesia.
VIII. Pembubaran Perseroan Terbatas
Perseroan Terbatas dapat dibubarkan dengan alasan sebagai berikut:
a. Bubar karena keputusan RUPS
b. Bubar karena jangka waktu berdirinya sudah berakhir
c. Bubar karena penetapan pengadilan
Apabila suatu perseroan bubar, maka harus diangkat seorang atau lebih Likuidator yang membereskan pembubaran tersebut.
IX. Ulasan Status Badan Hukum Perseroan Terbatas
A. Tinjauan Tentang Badan Hukum
Dalam ilmu hukum ada dikenal dua subjek hukum, yaitu orang dan badan hukum. Mengenai definisinya, badan hukum atau legal entity atau legal person dalam Black’s Law Dictionary dinyatakan sebagai a body, other than a natural person, that can function legally, sue or be sued, and make decisions through agents. Sementara dalam kamus hukum versi Bahasa Indonesia, badan hukum diartikan dengan organisasi, perkumpulan atau paguyuban lainnya di mana pendiriannya dengan akta otentik dan oleh hukum diperlakukan sebagai personal atau sebagai orang.
Pengaturan dasar dari badan hukum itu sendiri terdapat di dalam Pasal 1654 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yang menyatakan bahwa:
Semua perkumpulan yang sah adalah seperti halnya dengan orang-orang preman, berkuasa melakukan tindakan-tindakan perdata, dengan tidak mengurangi peraturan-peraturan umum, dalam mana kekuasaan itu telah diubah, dibatasi atau ditundukkan pada acara-acara tertentu.Sementara itu, yang merupakan peraturan umum dari badan hukum adalah Pasal 1653 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa:
Selainnya perseroan yang sejati oleh undang-undang diakui pula perhimpunan-perhimpunan orang sebagai perkumpulan-perkumpulan, baik perkumpulan-perkumpulan itu diadakan atau diakui sebagai demikian oleh kekuasaan umum, maupun perkumpulan-perkumpulan itu diterima sebagai diperbolehkan, atau telah didirikan untuk suatu maksud tertentu yang tidak bertentangan dengan undang-undang atau kesusilaan baik.
Menurut Doktrin, kriteria yang dipakai untuk menentukan ciri-ciri suatu badan hukum adalah apabila perusahaan itu mempunyai unsur-unsur sebagai berikut:
1. adanya harta kekayaan yang terpisah
2. mempunyai tujuan tertentu, mempunyai kepentingan sendiri
3. adanya organisasi yang teratur.
Aturan untuk menentukan kedudukan suatu perusahaan sebagai badan hukum, biasanya ditetapkan oleh perundang-undangan, kebiasaan atau yurisprudensi. Sebagai contoh, PT dinyatakan sebagai badan hukum di dalam Pasal 1 butir 1 UUPT, koperasi dinyatakan sebagai badan hukum dalam Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997 Tentang Perkoperasian, dan yayasan dinyatakan sebagai badan hukum dalam Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan.
Sebagai subjek hukum, badan hukum mempunyai kewenangan melakukan perbuatan hukum seperti halnya orang, akan tetapi perbuatan hukum itu hanya terbatas pada bidang hukum harta kekayaan. Karena bentuk badan hukum adalah sebagai badan atau lembaga, maka dalam mekanisme pelaksanaannya badan hukum bertindak dengan perantaraan pengurus-pengurusnya.
B. Status Badan Hukum PT
Apabila ditinjau dari status hukumnya, perusahaan dibedakan ke dalam dua jenis, pertama, perusahaan yang berstatus badan hukum (meliputi PT, koperasi, yayasan), dan perusahaan yang tidak berstatus badan hukum (meliputi perusahaan perseorangan, firma/Fa,Persekutuan Komanditer/CV).Dasar hukum dari status badan hukum PT tersebut tercantum di dalam Pasal 1 butir 1 UUPT, sebagai berikut: Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut perseroan adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini dan peraturan pelaksananya.
Dari ketentuan tersebut secara eksplisit sangat jelas disebutkan bahwa PT merupakan badan hukum. Perseroan merupakan suatu bentuk (legal form) yang didirikan atas fiksi hukum (legal fiction) bahwa perseroan memiliki kapasitas yuridis yang sama dengan yang dimiliki oleh orang perseorangan (natural person).
Apabila dikaitkan dengan unsur-unsur mengenai badan hukum, maka unsur-unsur yang menandai PT sebagai badan hukum adalah bahwa PT mempunyai kekayaan yang terpisah (Pasal 24 ayat (1) UUPT), mempunyai kepentingan sendiri (Pasal 82 UUPT), mempunyai tujuan tertentu (Pasal 12 huruf b UUPT), dan mempunyai organisasi teratur (Pasal 1 butir 2 UUPT). Terkait dengan hal tersebut, Rudhi Prasetyo berpendapat bahwa setidak-tidaknya ada tiga karakteristik yang dominan dan penting di dalam PT, yaitu: (1) pertanggungjawaban yang timbul semata-mata dibebankan kepada harta kekayaan yang terhimpun dalam asosiasi, (2) sifat mobilitas atas hak penyertaan, dan (3) prinsip pengurusan melalui organ.
Karakteristik PT yang pertama tersebut sangat berkaitan dengan status badan hukum PT. Sejak PT berstatus sebagai badan hukum, maka hukum memperlakukan PT sebagai pribadi mandiri yang dapat bertanggung jawab sendiri atas perbuatan PT. Tinggal persoalannya sekarang adalah kapan PT mulai berstatus sebagai badan hukum?
Di dalam Pasal 7 ayat (6) UUPT ditentukan bahwa perseroan memperoleh status badan hukum setelah Akta Pendirian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disahkan oleh Menteri. Pengesahan akta pendirian ini tidak hanya semata-mata sebagai kontrol administrasi atau wujud campur tangan pemerintah terhadap dunia usaha, tetapi juga dalam rangka tugas umum pemerintah untuk menjaga ketertiban dan ketenteraman usaha serta dicegahnya hal-hal yang bertentangan dengan kepentingan umum dan kesusilaan. Pasal 7 ayat (6) UUPT itu merupakan dasar hukum mulainya status badan hukum PT. Dengan demikian, ini adalah suatu kepastian hukum yang diberikan UUPT bahwasanya PT berstatus sebagai badan hukum sejak setelah akta pendirian PT disahkan oleh Menteri.
Dengan memperhatikan ketentuan Pasal 7 ayat (6) UUPT tersebut, lalu bagaimana dengan ketentuan Pasal 23 UUPT yang menyatakan bahwa selama pendaftaran dan pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 22 belum dilakukan menyebabkan direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas segala perbuatan hukum yang dilakukan perseroan?
Apabila dilihat dalam Penjelasan Pasal 23 UUPT, ketentuan ini merupakan ketentuan yang mengatur tentang sanksi perdata bagi direksi PT, selain ketentuan pidana yang diatur dalam Pasal 32 Undang-Undang Wajib Daftar Perusahaan (UUWDP) dalam hal kewajiban pendaftaran dan pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan 22 UUPT tidak dipenuhi. Adapun secara lengkap Pasal 21 dan 22 UUPT tersebut adalah:
• Pasal 21 UUPT:
(1) Direksi perseroan wajib mendaftarkan dalam daftar perusahaan:
• Akta Pendirian beserta surat pengesahan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat 6
• Akta perubahan Anggaran Dasar beserta surat persetujuan Menteri sebagaimana Pasal 15 ayat
• Akta perubahan Anggaran Dasar beserta laporan kepada Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3).
(2) Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilakukan dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah pengesahan atau persetujuan yang diberikan atau setelah tanggal penerimaan laporan.
• Pasal 22 UUPT:
(1) Perseroan yang telah didaftar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia
(2) Permohonan pengumuman perseroan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan Direksi dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak pendaftaran
(3) Tata cara pengajuan permohonan pengumuman dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kewajiban pendaftaran PT ini merupakan amanat dari UUWDP yang mengatur kewajiban pendaftaran perusahaan di Indonesia. Di dalam Pasal 5 UUWDP ditentukan bahwa:
Setiap perusahaan wajib didaftarkan dalam Daftar Perusahaan
Pendaftaran wajib dilakukan oleh pemilik atau pengurus perusahaan yang bersangkutan atau dapat diwakilkan kepada orang lain dengan memberikan surat kuasa yang sah
Apabila perusahaan dimilki oleh beberapa orang, pemilik berkewajiban untuk melakukan pendaftaran. Apabila salah seorang daripada mereka telah memenuhi kewajibannya, yang lain dibebaskan dari kewajiban tersebut
Apabila pemilik dan atau pengurus dari suatu perusahaan yang berkedudukan di wilayah Negara Republik Indonesia tidak bertempat tinggal di wilayah Negara Republik Indonesia, pengurus atau kuasa yang ditugaskan memegang pimpinan perusahaan berkewajiban untuk mendaftarkan.
Adapun sanksi pidana bagi direksi atas kelalaian mendaftarkan PT itu diatur dalam Pasal 32 UUWDP berikut ini:
Barang siapa yang menurut undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya diwajibkan mendaftarkan perusahaannya dalam Daftar Perusahaan yang dengan sengaja atau karena kelalaiannya tidak memenuhi kewajibannya diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp3.000.000; (tiga juta rupiah)
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini merupakan kejahatan.
Apabila ditinjau dari Risalah Pembahasan RUUPT 1995, perseroan yang didaftarkan dalam daftar perusahaan adalah perseroan yang telah berstatus sebagai badan hukum. Setelah dilakukan pengesahan akta pendirian perseroan oleh Menteri, maka perseroan dapat beroperasi secara penuh sebagai badan hukum, tidak perlu menunggu sampai terbitnya Berita Negara.
Dengan memperhatikan ketentuan Pasal 21 UUPT dan Pasal 5 UUWDP di atas, direksi PT tidak boleh bertindak semaunya, bahwasanya dengan pengesahan akta pendirian perseroan oleh Menteri maka memang bagi pemegang saham pertanggungjawabannya sudah menjadi terbatas, tetapi tanggung jawab direksi masih mensyaratkan adanya pendaftaran perseroan ke dalam Daftar Perusahaan dalam jangka waktu 30 hari.
Dengan demikian, perlu dibedakan antara terbatasnya tanggung jawab pemegang saham yang memang ditandai oleh lahirnya badan hukum perseroan, dengan tanggung jawab direksi untuk mendaftarkan dan mengumumkan perseroan dalam daftar perusahaan walaupun status badan hukum perseroan sudah diperoleh. Oleh karena itu, pendaftaran dan pengumuman perseroan ini tentu tidak mempengaruhi keabsahan dari kelahiran perseroan sebagai badan hukum. Status Badan hukum itu secara konstitutif timbul setelah akta pendirian perseroan disahkan Menteri, sementara pendaftaran dan pengumuman perseroan itu hanya sebagai wadah publikasi supaya dapat dilihat oleh masyarakat umum, bukan sebagai syarat tambahan untuk kelahiran status badan hukum perseroan. Hakikat dari pengumuman itu sendiri sebenarnya dalam rangka sarana publikasi dan pemenuhan aspek transparansi PT kepada pihak ketiga, bahwasanya telah didirikan PT yang bersangkutan dengan status sebagai suatu badan hukum. Dengan pengumuman ini diharapkan pihak ketiga mengetahui eksistensi PT beserta status hukumnya. Oleh karena itu, pengumuman PT pada dasarnya dimaksudkan untuk menjaga agar khalayak tidak dirugikan.
Dengan demikian jelas kiranya bahwa PT memperoleh status badan hukum adalah sesuai dengan ketentuan Pasal 7 ayat (6) UUPT, yaitu setelah akta pendirian PT disahkan oleh Menteri. Pasal 23 UUPT itu sama sekali tidak berpengaruh terhadap status badan hukum PT yang sudah diperoleh, itu hanya berpengaruh pada dampak dari tidak didaftarkan dan diumumkannya PT, yaitu dampak kerugian yang mungkin diderita oleh pihak ketiga.
Dengan memperhatikan uraian tersebut jelas kiranya bahwa Pasal 23 UUPT itu sekedar mengatur tentang apa yang menjadi kewajiban dan tanggung jawab direksi sehingga Pasal 23 UUPT itu tidak berpengaruh terhadap saat kelahiran dari PT sebagai badan hukum.
C. Implikasi Status Badan Hukum PT
Dengan dimulainya status badan hukum PT, maka ada beberapa implikasi yang timbul terhadap beberapa pihak yang terkait di dalam PT. Implikasi tersebut berlaku terhadap pihak-pihak berikut ini:
1. Pemegang Saham PT
Setelah PT berstatus sebagai badan hukum, sesuai dengan ketentuan Pasal 3 ayat (1) UUPT maka pemegang saham PT tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan serta tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan melebihi nilai saham yang telah diambilnya.
Dengan demikian, pertanggungjawaban pemegang saham dalam PT itu terbatas, pemegang saham dalam PT secara pasti tidak akan memikul kerugian hutang PT lebih dari bagian harta kekayaan yang ditanamkannya dalam PT. Sebaliknya, tanggung jawab dari perusahaan (PT) itu sendiri tidak terbatas, apabila terjadi hutang atau kerugian-kerugian dalam PT, maka hutang atau kerugian itu akan semata-mata dibayar secukupnya dari harta kekayaan yang tersedia dalam PT.
Hal tersebut dikarenakan adanya doktrin corporate separate legal personality yang esensinya bahwa suatu perusahaan, dalam hal ini PT, mempunyai personalitas atau kepribadian yang berbeda dari orang yang menciptakannya. Doktrin dasar PT adalah bahwa perseroan merupakan kesatuan hukum yang terpisah dari subjek hukum pribadi yang menjadi pendiri atau pemegang saham dari perseroan tersebut. Ada suatu tabir (veil) pemisah antara perseroan sebagai suatu legal entity dengan para pemegang saham dari perseroan tersebut.
Doktrin piercing the corporate veil yang notabene merupakan doktrin hukum perseroan di Common Law System itu telah diintegrasikan ke dalam UUPT yang ide dasarnya dituangkan dalam Pasal 3 ayat (2) UUPT. Dalam ketentuan tersebut diketahui bahwa untuk terjadinya piercing the corporate veil dipersyaratkan beberapa hal, sebagai berikut:
a. persyaratan perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi;
b. pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan perseroan semata-mata untuk kepentingan pribadi;
c. pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh perseroan;
d. pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan, yang mengakibatkan kekayaan perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang perseroan. Dari ketentuan Pasal 3 ayat (2) UUPT itu dapat diketahui bahwa tanggung jawab pemegang saham yang sifatnya terbatas di dalam PT yang sudah berstatus badan hukum itu menjadi tidak berlaku lagi apabila pemegang saham melakukan hal-hal seperti tercantum dalam Pasal 3 ayat (2) huruf b sampai dengan d seperti tersebut di atas.
2. Pendiri PT
Status badan hukum PT juga berpengaruh terhadap keterbatasan tanggung jawab dari para pendiri PT. Berdasarkan Pasal 11 UUPT, setelah PT berstatus sebagai badan hukum maka ada dua kemungkinan yang akan terjadi terhadap perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pendiri PT pada masa sebelum PT disahkan sebagai badan hukum, yaitu: pertama, perbuatan hukum tersebut mengikat PT setelah PT menjadi badan hukum, dengan persyaratan:
1. PT secara tegas menyatakan menerima semua perjanjian yang dibuat oleh pendiri;
2. PT secara tegas menyatakan mengambil alih semua hak dan kewajiban yang timbul dari perjanjian yang dibuat pendiri walaupun perjanjian tidak dilakukan atas nama PT; atau;
3. PT mengukuhkan secara tertulis semua perbuatan hukum yang dilakukan atas nama PT. Kemungkinan yang kedua, perbuatan hukum tersebut tidak diterima, tidak diambil alih atau tidak dikukuhkan oleh PT, sehingga masing-masing pendiri yang melakukan perbuatan hukum tersebut bertanggung jawab secara pribadi atas segala akibat yang timbul. Kalau kemungkinan kedua ini yang terjadi maka pertanggungjawaban dari pendiri terhadap PT menjadi tanggung jawab pribadi.
3. Direksi PT
Direksi PT menurut ketentuan Pasal 1 butir 4 UUPT adalah organ perseroan yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Sebagaimana halnya tanggung jawab terbatas pemegang saham PT, keterbatasan tanggung jawab itu juga berlaku terhadap anggota direksi meskipun tidak secara tegas dinyatakan dalam pasal-pasal UUPT.
Hal tersebut dapat diketahui dari Pasal 85 ayat (2) UUPT yang mengatur bahwa setiap anggota direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Dari ketentuan itu secara acontrario dapat diartikan bahwa apabila anggota direksi tidak bersalah dan tidak lalai menjalankan tugasnya, maka berarti direksi tidak bertanggung jawab penuh secara pribadi.
Selama direksi menjalankan tugas dan kewajibannya dengan penuh tanggung jawab, maka anggota direksi tetap mempunyai tanggung jawab yang terbatas yang merupakan ciri utama dari PT. Sebaliknya, oleh karena menjadi anggota direksi adalah berarti menduduki suatu jabatan, maka orang yang menduduki jabatan itu harus memikul tanggung jawab apabila kemudian tugas dan kewajibannya tersebut dilalaikan atau jika wewenangnya disalahgunakan.
Berkaitan dengan hal tersebut, UUPT sudah mengatur bentuk pertanggungjawaban direksi atas kelalaian ataupun kesalahannya di dalam menjalankan pengurusan PT, yaitu:
a. Pasal 23 UUPT, yang menyatakan bahwa selama pendaftaran dan pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan 22 belum dilakukan, maka direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas segala perbuatan hukum yang dilakukan perseroan.
b. Pasal 85 ayat (2) UUPT, yang mengatur bahwa setiap anggota direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Menurut Pasal 85 ayat (3) UUPT, direksi atas kesalahan atau kelalaiannya menyebabkan kerugian pada perseroan bahkan dapat digugat di Pengadilan Negeri oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu per sepuluh) bagian dari seluruh saham dengan hak suara sah.
c. Pasal 90 ayat (2) UUPT, yang menentukan bahwa dalam hal kepailitan terjadi karena kesalahan atau kelalaian direksi dan kekayaan perseroan tidak cukup untuk menutup kerugian akibat kepailitan tersebut, maka setiap anggota direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian itu, kecuali apabila direksi dapat membuktikan bahwa kepailitan bukan karena kesalahan atau kelalaiannya, maka direksi tidak bertanggung jawab secara tanggung renteng.
4. Komisaris PT
Status badan hukum PT juga berpengaruh terhadap tanggung jawab komisaris PT. Sebagaimana dalam Pasal 97 UUPT, komisaris bertugas mengawasi kebijaksanaan direksi dalam menjalankan perseroan serta memberikan nasihat kepadadireksi. Sesusi dengan Pasal 100 ayat (1) UUPT, di dalam Anggaran Dasar juga dapat ditentukan tentang pemberian wewenang kepada komisaris untuk memberikan persetujuan atau bantuan kepada direksi dalam melakukan perbuatan hukum tertentu.
Selain itu, menurut Pasal 100 ayat (2), berdasarkan Anggaran Dasar atau keputusan RUPS, komisaris dapat melakukan tindakan pengurusan perseroan dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu. Dalam kondisi demikian, maka berlaku semua ketentuan mengenai hak, wewenang dan kewajiban direksi terhadap perseroan dan pihak ketiga. Oleh karena itu, ketentuan mengenai tanggung jawab terbatas direksi PT juga berlaku terhadap komisaris tersebut.
Secara implisit, tanggung jawab komisaris juga terbatas sebagaimana tercantum dalam Pasal 98 ayat (2) UUPT, bahwa atas nama perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu per sepuluh) bagian dari seluruh saham dengan hak suara yang sah dapat mengajukan gugatan ke pengadilan negeri terhadap komisaris yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada perseroan.
X. Kesimpulan
Status badan hukum merupakan salah satu unsur penting dari PT dalam menarik para investor atau penanam modal untuk menjadi pemegang saham PT. Perdebatan tentang kapan dimulainya status badan hukum PT itu kiranya tidak perlu diperpanjang lagi, karena Pasal 7 ayat (6) UUPT sudah memberikan kepastian hukum mengenai kapan status badan hukum itu diperoleh, yaitu setelah akta pendirian PT disahkan oleh Menteri.
Setelah status badan hukum PT diperoleh, maka akan ada implikasi berupa prinsip-prinsip terbatasnya tanggung jawab dari pemegang saham, pendiri, dan direksi sepanjang pihak-pihak tersebut tidak melakukan kesalahan atau kelalaian dalam melakukan tugas kewajibannya dalam PT.
Dalam badan usaha berbentuk Perseroan Terbatas, badan usaha ini dikenakan pajak sampai dua kali. Pajak yang pertama adalah Pajak Penghasilan (PPh) yang dikenakan atas dividen yang dihasilkan dari transaksi surat berharga dan pajak ini dibayar atau dikenakan kepada pemegang saham. Sedangkan pengenaan pajak yang kedua adalah pengenaan pajak atas laba yang diperoleh atas usaha operasional perusahaan. Pajak ini dinamakan Pajak Penambahan Nilai (PPN).
Selasa, 08 September 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar