Selasa, 08 September 2009

PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21

BAB I
PENDAHULUAN
Penghasilan adalah tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib pajak baik yang berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama atau bentuk apapun .
Ketentuan Pasal 21 Undang-Undang Pajak Penghasilan tahun 2000 mengatur tentang pembayaran pajak dalam tahun berjalan melalui pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri atas pekerjaan, jasa, dan kegiatan.
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan, jabatan, jasa dan kegiatan.
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Dasar PPh Pasal 21
Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak (Pasal 1 UU No. 17 Tahun 2000).
Pajak Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak dalam Negeri orang pribadi yang disingkat PPh Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan orang pribadi.

2. Subjek PPh Pasal 21
Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 terdiri dari pegawai tetap, pegawai lepas, penerima pensiun, penerima honorarium dan penerima upah.
a. pegawai tetap adalah orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja yang menerima atau memperoleh gaji dalam jumlah tertentu secara berkala, termasuk di dalamnya adalah anggota Dewan Komisaris dan anggota Dewan Pengawas yang secara teratur terus menerus ikut mengelola kegiatan perusahaan secara langsung.
b. Pegawai lepas adalah orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja yang ahanya menerima imbalan apabila orang pribadi yang bersangkutan bekerja.]
c. Penerima pensiun adalah orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima atau memperoleh imbalan untuk pekerjaan yang dilakukan dimasa lalu, termasuk orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima Tabungan Hari Tua atau Tunjangan Hari Tua.
d. Penerima honorarium adalah orang pribadi yang menerima atau memperoleh imbalan sehubungan dengan jasa, jabatan atau kegiatan yang dilakukannya.
e. Penerima upah adalah orang pribadi yang menerima upah harian, upah mingguan, upah borongan, atau upah satuan.

3. Pengecualian Subjek Pajak
Penerima penghasilan yang tidak dipotong PPh Pasal 21 adalah;
1) pejabat perwakilan diplomatic dan konsulat atau pejabat lain dari Negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat;
- bukan warga Negara Indonesia dan
- tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatannya di Indonesia
2) pejabat perwakilan organisasi internasional, dengan syarat;
- bukan Warga Negara Indonesia
- tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia

4. Objek PPh Pasal 21
Menurut Keputusan Dirjen Pajak Nomor 545/PJ./2000, yang dimaksud dengan objek PPh pasal 21 adalah penghasilan yang dipotong oleh pemotong pajak untuk dikenakan PPh Pasal 21.
Yang termasuk objek PPh Pasal 21 adalah;
a. penghasilan yang diterima atau diperoleh secara teratur berupa gaji, uang pension bulanan, upah, honorarim (termasuk honorarium anggota Dewan Komisaris atau Anggota Dewan Pengawas), premi bulanan, uang lembur, tunjangan istri, tunjangan anak, tunjangan jabatan, tujangan transport, tunjangan pajak dan penghasilan teratur lainnya dengan nama apapun.
b. Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara tidak teratur berupa jasa produksi, gratifikasi, tunjangan cuti, tantiem, THR, tunjangan tahun barau, bonus, premi tahunan dan penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya tidak tetap.
c. Upah harian, upah mingguan, upah satuan dan upah borongan.
d. Uang tebusan pension, uang pesangon, Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua (JHT) dan pembayaran lain sejenis.
e. Honorarium, uang saku, hadiah, atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, komisi, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak dalam negeri.
f. Gaji, tunjangan-tunjangan lain yang terkait gaji yang diterima oleh Pejabat Negara, PNS, serta uang pension dan tunjangan-tunjangan lain yang sifatnya terkait dengan uang pensiun yang diterima oleh pensiunan termasuk janda atau duda dan atau anak-anaknya.
g. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan nama apapun yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak yang dikenakan PPh yang bersifat final dan yang dikenakan PPh berdasarkan Norma Perhitungan Khusus (deemed profit).

5. Pengecualian Objek PPh Pasal 21
Tidak termasuk dalam pengertian penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21, adalah;
1) pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan asuransi beasiswa.
2) Penerima dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali natura dan kenikmatan dengan nama apapun yang diberikan oleh bukan WP
3) Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan dan iuran Jaminan Hari Tua kepada badan penyelenggara Jamsostek yang dibayar oleh pemberi kerja.
4) Penerima dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan nama apapun yang diberikan oleh Pemerintah.
5) Kenikmatan berupa pajak yang ditanggung oleh pemberi kerja, dan
6) Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga Amil Zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah.

6. Penghasilan Tidak Kena Pajak
Besarnya PKP dari seorang pegawai dihitung berdasarkan penghasilan netonya dikurangi dengan PTKP yang jumlahnya adalah sebagai berikut:
a. untuk diri pegawai sebesar Rp 13.200.000,00 (tiga belas juta dua ratus ribu rupiah) setahun
b. tambahan untuk pegawai yang kawin sebesar Rp 1.200.000,00 (satu juta dua ratus ribu rupiah) setahun
c. tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan lurus, serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 2 orang sebesar Rp 1.200.000,00 (satu juta dua ratus ribu rupiah) setahun per orang.
Untuk karyawati kawin, PTKP yang dikurangkan adalah hanya untuk dirinya sendiri dan dalam hal tidak kawin pengurangan PTKP selain untuk dirinya sendiri ditambah dengan PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya.
Dalam hal karyawati yang menunjukkan keterangan tertulis dari Pemerintah Daerah setempat (serendah-rendahnya Kecamatan) bahwa suaminya tidak menerima atau memperoleh penghasilan, diberikan tambahan PTKP sejumlah Rp 1.200.000,00 setahun atau Rp 120.000,00 sebulan dan ditambah PTKP untuk keluarganya.

7. Hak dan Kewajiban Wajib Pajak Pasal 21
Hak an kewajiban WP PPh Pasal 21, adalah sebagai berikut;
1) WP berhak meminta bukti pemotongan PPh Pasal 21 kepada pemotong pajak. Jumlah PPh yang telah dipotong tersebut dapat dikreditkan dri pajak penghasilan yang terutang pada tahun yang bersangkutan, kecuali PPh Pasal 21 yang bersifat final.
2) WP berhak mengajukan surat keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak jika PPh Pasal 21 yang dipotong oleh pemotong pajak tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pengajuan surat keberatan ini dilakukan dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan jumlah pajak yang dipotong menurut perhitungan WP dengan disertai alasan-alasan yang jelas. Pengajuan surat keberatan ini dapat dilakukan dalam jangka waktu 3 bulan setelah tanggal pemotongan, kecuali WP dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya.
3) WP berhak mengajukan permohonan banding dengan alasan yang jelas kepada Badan Penyelesaian sengketa Pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak. Permohonan banding ini diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dan dilakukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak keputusan diterima, dilampiri dengan salinan surat keputusan tersebut. apabila badan peradilan pajak belum terbentuk, maka permohonan banding dapat diajukan kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak.

8. Pemotong PPh Pasal 21
Berikut ini termasuk pemotong PPh Pasal 21;
Pemberi kerja, terdiri dari orang pribadi dan badan, baik merupakan induk maupun cabang, perwakilan atau unit, bentuk usaha tetap yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama apapun, sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai.
Bendaharawan pemerintah yang membayarkan gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama apapun sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan.
Dana pension PT. Taspen, PT. Jamsostek, badan penyelengara jaminan sosial tenaga kerja lainnya, serta badan-badan lain yang membayar uang pension, Tabunga Hari Tua.
Perusahaan Badan dan Bentuk Usaha Tetap yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehingga dengan kegiatan dan jasa, termasuk jasa tenaga ahli dengan status Wajib Pajak dalam negeri yang melakukan pekerjaan bebas.
Perusahaan, badan, dan bentuk usaha tetap yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan kegiatan dan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Wajib Pajak Luar Negeri.
Yayasan (termasuk yang bergerak di bidang kesejahteraan, rumah sakit, pendidikan, kesenian, olahraga, kebudayaan), lembaga, kepanitiaan, perkumpulan, organisasi.
Perusahaan, badan dan bentuk usaha tetap yang membayarkan honorarium atau imbalan lain kepada peserta pendidikan, pelatiha, dan pemagangan.
Penyelenggara kegiatan (termasuk badan pemerintah organisasi) yang membayar honorarium, hadiah, atau penghargaan dalam bentuk apapun kepada wajib pajak orang pribadi dalam negeri berkenaan dengan suatu kegiatan.

9. Hak dan Kewajiban Pemotong
a. Hak-hak pemotong PPh Pasal 21, adalah;
1) pemotong pajak berhak menagjukan pemohonan memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT Tahunan Pasal 21,
2) pemotong pajak berhak memperhitungkan kelebihan setoran PPh Pasal 21 dalam satu bulan takwim dengan PPh Pasal 21 yang terutang pada bulan berikutnya dalam tahun takwim yang bersangkutan,
3) pemotong pajak berhak memperhitungkan kelebihan setoran pada SPT Tahunan dengan PPh Pasal 21 yang terutang untuk bulan pada waktu dilakukan perhitungan tahunan
4) pemotong berhak membetulkan SPT sendiri, dengan syarat Dirjen Pajak belum melakukan pemeriksaan,
5) pemotong berhak mengajukan surat keberatan kepada Dirjen Pajak atas suatu Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) dan Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN).
6) Pemotong pajak berhak mengajukan permohonan banding secara tertulis kepada Badan Peradilan pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan Dirjen Pajak.

b. Kewajiban jpemotong PPh Pasal 21, adalah;
1) pemotong pajak wajib mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat.
2) Pemotong pajak wajib mengambil sendiri formulir-formulir yang diperlukan dalam rangka pemenuhan kewajiban
3) Pemotong pajak wajib menghitung, memotong dan menyetor PPh Pasal 21 yang terutang untuk setiap bulan takwim.
4) Pemotong pajak wajib melaporkan penyetoran PPh Pasal 21 dan sekalipun Nihil dengan menggunakan SPT Masa.
5) Wajib pajak pemotong pajak wajib memberikan bukti PPh Pasal 21
6) Pemotong pajak wajib memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 tahunan kepada Pegawai tetap.
7) Pemotong pajak wajib membuat catatan atau kertas kerja perhitungan untuk masing-masing penerima penghasilan
8) Dalam waktu 2 bulan setelah tahun takwim berakhir, pemotong pajak wajib menghitung kembali jumlah PPh Pasal 21 yang terutang.
9) Pemotong pajak wajib mengisi, menandatangani dan menyampaikan SPT Tahunan PPh Pasal 21 ke Kantor Pelayanan Pajak.
10) Pemotong pajak wajib melampiri SPT Tahunan PPh Pasal 21 dengan lampiran-lampiran yang ditentukan dalam petunjuk pengisian SPT Tahunan PPh Pasal 21
11) Pemotong pajak wajib menyetor kekurangan PPh Pasal 21 yang terutang apabila jumlah PPh Pasal 21 yang terutang lebih besar daripada PPh Pasal 21 yang disetor dalam suatu tahun takwim.

10. Tarif Pajak dan Penerapannya
Tarif pajak yang berlaku beserta penerapannya menurut ketentuan dalam Pasal 21 UU PPh adalah sebagai berikut;
a. tarif berdasarkan Pasal 17 UU PPh, ditetapkan atas Penghasilan Kena Pajak dari;
1) pegawai tetap
2) penerima pension yang dibayarkan secara bulanan
3) pegawai tidak tetap, pemagang, dan calon pegawai yang dibayarkan secara bulanan
4) distributor perusahaan multilevel marketing.
Penghasilan Kena Pajak dihitung sebesar;
1) bagi pegawai tetap adalah sebesar penghasilan bruto dikurangi dengan:
- biaya jabatan,
- iuran pension yang dibayar sendiri oleh pegawai
- penghasilan tidak kena pajak (PTKP)
2) bagi penerima pensiun yang dibayarkan secara bulanan adlah sebesar penghasilan bruto dikurangi dengan;
- biaya pension,
- PTKP.
3) bagi pegawai tidak tetap, pemagang, dan calon pegawai yang dibayarkan secara bulanan adalah sebesar penghasilan bruto dikurangi PTKP.
4) Bagi distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya adalah penghasilan bruto setiap bulan dikurangi dengan PTKP per bulan
PPh Pasal 21 = Penghasilan Kena Pajak x Tarif Pajak Pasal 17 UU PPh

b. tarif berdasarkan pasal 17 UU PPh, diterapkan atas penghasilan bruto, berupa;
1) honorarium, uang saku, hadiah, atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, komisi, beasiswa dan pembayaran lain yang jumlahnya dihitung tidak atas dasar banyaknya hari yang diperlukan untuk menyelesaikan jasa atau kegiatan yang diberikan atau diterima atau diperoleh dalam satu bulan takwim.
2) Honorarium yang diterima atau diperoleh anggota Dewan Komisaris atau Dewan Pengurus yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap pada perusahaan yang sama selama 1 tahun takwim.
3) Jasa produksi, gratifikasi, bonus yang diterima atau diperoleh mantan pegawai selama satu tahun takwim.
4) Penarikan dana pada dana pension yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, oleh peserta program pension sebelum memasuki masa pension yang diterima atau diperoleh selama satu tahun takwim.
PPh Pasal 21 = Penghasilan Bruto x Tarif Pasal 17 UU PPh
c. tarif sebesar 15%, diterapkan atas perkiraan penghasilan neto yang dibayarkan atau terutang kepada tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas (pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaries, penilai).
Besarnya perkiraan penghasilan neto adalah 50% dari penghasilan bruto berupa honorarium atau imbalan lain dengan nama dan dalam bentuk apapun.
PPh Pasal 21 = Penghasilan Bruto x Tarif Pasal 17 UU PPh

d. tarif sebesar 5% diterapkan atas upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, dan uang saku harian yang jumlahnya melebihi Rp 110.000,00 sehari tetapi tidak melebihi Rp 1.100.000,00 dalam satu bulan takwim dan atau tidak dibayarkan secara bulanan.
PPh Pasal 21 sehari = (Penghasilan Bruto Sehari – Rp 110.000,00) x 5%

11. Tarif PPh Pasal 21 yang bersifat final
Untuk beberapa jenis penghasilan akan dikenakan PPh Pasal 21 yang bersifat final. Besarnya tarif dan penghasilan tersebut adalah;
1) atas uang pesangon, uang tebusan pensiun yang dibayar oleh dana pensiun yang dibayar oleh Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan dan Tunjangan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus oleh badan penyelenggara Pensiun atau Penyelenggara Jamsostek dipotong Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan ketentuan sebagai berikut:
atas jumlah penghasilan bruto sebesar Rp 25.000.000,00 atau kurang, tidak dikenakan pajak penghasilan,
atas jumlah di atas, diatur dengan ketentuan.
Lapisan Penghasilan Bruto Tarif Pajak
Di atas Rp 25.000.000,00 – Rp 50.000.000,00
Di atas Rp 50.000.000,00 – Rp 100.000.000,00
Di atas Rp 100.000.000,00 – Rp 200.000.000,00
Di atas Rp 200.000.000,00 5%
10%
15%
25%

2) tarif sebesar 15% dan bersifat final diterapkan atas penghasilan bruto berupa honorarium yang diterima oleh pejabat Negara, PNS dan anggota TNI/POLRI yang sumber dananya berasal dari Keuangan Negara kecuali yang dibayarkan kepada PNS Golongan IId kebawah dan anggota TNI/POLRI berpangkat pembantu Letnan Satu kebawah atau Ajudan Inspektur tingkat 1 ke bawah.
PPh Pasal 21 Final = Penghasilan Bruto x 15%

12. Cara menghitung PPh pasal 21
Tata cara menghitung PPh Pasal 21 bagi pegawai tetap yang memperoleh gaji bulanan adalah sebagai berikut;
a. ditentukan penghasilan bruto secara bulanan yan terdiri dari gaji tetap ditambah dengan tunjangan lainnya.
b. Setelah diperoleh penghasilan bruto, maka untuk menghitung penghasilan neto, penghasilan bruto tersebut dikurangi dengan potongan-potongan yang diperkenankan.
c. Setelah diperoleh penghasilan neto sebulan, maka untuk memperoleh penghasilan neto setahun, penghasilan neto sebulan dikalikan dengan jumlah bulan dalam 1 tahun takwim atau jumlah bulan dalam bagian tahun pajak.
d. Setelah diperoleh penghasilan neto setahun maka dikurangi dengan PTKP sehingga diperoleh PKP.
e. PKP dikalikan dengan tarif PPh Pasal 17 untuk menghasilkan Pajak Terutang satu tahun
f. PPh Pasal 21 sebulan diperoleh dengan membagi pajak terutang 1 tahun dengan jumlah bulan dalam satu tahun.
Cara perhitungan PPh Pasal 21 atas uang pension bulanan yang diterima atau diperoleh penerima pension pada tahun pertama pensiun adalah;
a. dicari penghasilan neto dengan cara mengurangi penghasilan bruto dengan biaya pensiun kemudian dikalikan banyaknya bulan sejak pegawai yang bersangkutan menerima pensiun sampai dengan Desember.
b. Penghasilan neto yang telah disetahunkan tersebut ditambah dengan penghasilan neto dalam tahun yang bersangkutan yang diterima dari pemberi kerja sebelum pegawai yang bersangkutan pensiun sesuai dengan yang tercantum dalam bukti pemotongan PPh Pasal 21 sebelum pensiun.
c. Setelah diperoleh penghasilan neto, maka penghasilan kena pajak dihitung dengan mengurangi penghasilan neto dengan PTKP, dan selanjutnya dihitung PPh Pasal 21
d. PPh Pasal 21 atas uang pensiun dalam tahun yang bersangkutan dihitung dengan cara mengurangi PPh Pasal 21 pada huruf c diatas dengan PPh Pasal 21 yang terutang dari pemberi kerja sebelum pegawai yang bersangkutan memasuki pensiun sesuai dengan yang tercantum dalam bukti pemotongan PPh Pasal 21 sebelum pensiun.
e. PPh Pasal 21 atas uang pensiun bulanan adalah sebesar PPh Pasal 21 seperti disebutkan pada huruf d di atas dibagi dengan banyaknya bulan seperti yang dimaksud pada huruf a.
Sedangkan penghitungan PPh Pasal 21 untuk tahun kedua dan seterusnya adalah:
a. dicari penghasilan neto, yakni pengurangan penghasilan bruto dengan biaya pensiun, kemudian dikurangi dengan PTKP untuk menghasilkan PKP
b. PPh Pasal 21 terutang sama dengan PKP dikalikan tariff PPh Pasal 17 dan PPh Pasal 21 sebulan sama dengan PPh terutang setahun dibagi dengan 12.

13. Contoh Perhitungan Pasal 21
Berikut ini adalah contoh perhitungan PPh Pasal 21;
Contoh perhitungan PPh Pasal 21 terhadap penghasilan pegawai tetap dengan gaji bulanan;
Hasan bekerja pada perusahaan PT ABC dengan memperoleh gaji sebulan Rp.2.000.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp.50.000,00. hasan menikah dan mempunyai 1 anak.
Perhitungan PPh Pasal 21:
Gaji sebulan Rp 2.000.000,00
Pengurangan:
1. Biaya Jabatan:
5%xRp 2.000.000,00 Rp 100.000,00
2. Iuran Pensiun Rp 50.000,00
Rp 150.000,00
Penghasilan neto sebulan Rp 1.850.000,00
Penghasilan neto setahun adalah
12 x Rp 1.850.000,00 Rp22.200.000,00
3. PTKP setahun
Untuk WP sendiri Rp 13.200.000,00
Tambahan WP Kawin Rp 1.200.000,00
Tambahan 1 anak Rp 1.200.000,00
Rp15.600.000,00
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 6.600.000,00
PPh Pasal 21 terutang:
5% x Rp 6.600.000,00 = Rp 330.000,00
PPh Pasal 21 sebulan:
Rp 330.000,00 : 12 = Rp 27.500,00
Catatan;
Biaya jabatan adalah biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan setiap orang yang bekerja sebagai pegawai tetap tanpa memandang mempunyai jabatan ataupun tidak.

BAB III
PENUTUP

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan/jabatan, jasa, dan kegiatan. Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 terdiri dari pegawai tetap, pegawai lepas, penerima pensiun, penerima honorarium dan penerima upah. Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh secara teratur maupun penghasilan yang diterima secara tidak teratur. Penghasilan yang diperoleh secara teratur berupa gaji, uang pensiun bulanan, upah, honorarium (termasuk honorarium anggota dewan komisaris atau anggota dewan pengawas), premi bulanan, uang lembur, uang sokongan, uang tunggu, uang ganti rugi, tunjangan teratur, beasiswa, hadiah, premi asuransi yang dibayar pemberi kerja dan penghasilan teratur lainnya dengan nama apapun. Pengenaan PPh Pasal 21 bersifat pemotongan. Pemotongan yang dimaksud adalah ketika pegawai menerima gaji atau upah maka gaji atau upah yang diterima tidak lagi utuh tetapi sudah dipotong dengan PPh Pasal 21. pemotong pajak untuk PPh Pasal 21 yang biasa disebut sebagai pemotong pajak terdiri dari pemberi kerja, bendaharawan pemerintah, dan pensiun, badan dan yayasan.
DAFTAR PUSTAKA

Mardiasmo, MBA, Ak, 2006, Perpajakan, Yogyakarta, Andi Yogyakarta.

Diana, Anastasya, SE, Ak dan Lilis Setiawati, 2004, Perpajakan Indonesia, Andi Yogyakarta.

Supramono, Prof, SE, MBA, DBA dan Theresia Woro Damayanti, SE, 2005, Perpajakan Indonesia, Andi Yogyakarta.

Tjahjono Achmad dan Mahagiyani, 2001, 2001, Perpajakan Indonesia, Jakarta, PT. Raja Grafindo Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar