KEMISKINAN SEBAGAI KETERBATASAN
I. PENDAHULUAN
Makalah ini akan membahas mengenai upaya-upaya pengentasan kemiskinan yang pernah dilakukan, bagaimana bentuk-bentuknya, dan akhir keberhasilannya. Tentu saja harus diakui bahwa makalah ini bukan hasil dari studi yang mendetail mengenai keberhasilan atau kegagalan dari suatu bentuk upaya pengentasan kemiskinan yang pernah dilakukan, tetapi makalah ini lebih berisi pikiran kasar yang coba dikemukakan berkaitan dengan kenyataan bahwa sampai saat ini bagaimanapun masalah kemiskinan belum bisa diatasi.
Kemiskinan adalah suatu fakta yang dapat kita temui dengan mudah di sekitar kita. Tidak perlu kita mengadakan suatu penelitian yang serius dan mendetail untuk dapat menggambarkan apa itu kemiskinan. Di Indonesia sekarang ini, kemiskinan dan orang-orang miskin menjadi pemandangan yang paling dominan sejauh mata kita memandang. Apabila penulis berjalan di sekitar wilayah lingkungan tempat tinggal penulis, yaitu daerah Kelurahan Sei Agul, maka dengan mudah penulis dapat menangkap realitas kemiskinan di sepanjang jalan yang hanya memakan waktu lebih kurang 20 sampai 30 menit.
Ketika berjalan ke daerah perempatan lampu merah daerah Glugur Kota, maka kita sudah disuguhi dengan nyanyian dari para pengamen jalanan dan makanan kecil oleh para pedagang asongan. Selain itu, juga akan terdapat pula para pengemis dan gelandangan yang beraksi meminta belas kasihan berupa uang receh saat lampu merah kepada pengendara sepeda motor, mobil maupun angkutan kota. Di daerah persimpangan Sekata juga banyak tukang becak yang sedang menunggu penumpang yang turun dari angkutan kota. Begitu memasuki daerah Sekata maka dapat kita temukan para pemulung yang akan mencari barang-barang bekas ke perumahan penduduk sekitar dan ada pula yang akan menyusuri sungai sampai batas yang tertentu untuk memungut barang bekas yang hanyut terbawa arus sungai.
Semua kenyataan ini kemudian menyadarkan kita bahwa ternyata ada banyak sekali orang miskin yang ada di daerah sekitar kita. Kemiskinan bukan lagi suatu konsep/istilah abstrak yang kita dengar dalam siaran-siaran televise yang kenyataan kongkretnya tidak pernah kita lihat, tetapi kemiskinan kemudaian tiba-tiba menjadi realitas pahit yang seketika itu berada di hadapan kita. Kemiskinan itu kita tangkap sebagai kepahitan yang riel dalam diri orang-orang miskin seperti; para pengamen, pedagang asongan dan kaki lima, para tukang becak dan orang-orang yang kita jumpai di sepanjang perjalanan 20 sampai 30 menit itu.
Pengamatan selama lebih kurang 20 sampai 30 menit tersebut sudah memberikan gambaran yang begitu besar mengenai realitas kemiskinan di sekitar lingkungan penulis. Dan apabila penulis melakukan pengamatan yang seksama dan teliti dalam jangka waktu yang panjang dan terus-menerus, tentu akan menangkap realitas kemiskinan yang jauh lebih besar lagi.
Kemiskinan bukanlah realitas yang sederhana yang bisa diatasi dengan cara-cara mudah dan sederhana pula. Namun demikian, kita semua optimis bahwa kemiskinan bukan pula suatu masalah yang tidak bisa diatasi sama sekali.
Upaya untuk mengatasi kemiskinan sudah dilakukan oleh banyak pihak yang dapat dikategorikan memiliki perekonomian yang tinggi. Salah satu contohnya adalah saudara kandung dari penulis dan beberapa pemuda-pemudi yang bertempat tinggal di sekitar rumah penulis, mendapatkan pekerjaan dari orang yang juga bertempat tinggal di sekitar rumah penulis, yang merupakan pemilik usaha dagang perikanan yang berdomisili di daerah Belawan. Banyak dari penduduk Indonesia yang sangat mudah jatuh ke dalam jurang kemiskinan oleh fakta-fakta seperti; sakit dan kemudian tidak bisa bekerja, pemutusan hubungan kerja (PHK), bencana alam dan lainnya.
II. PEMBAHASAN
Definisi menurut ilmu sosial
Ilmu-ilmu sosial membedakan antara kemiskinan mutlak dan kemiskinan relatif, tetapi pada umumnya kedua hal ini saling berkaitan. Yang dimaksud dengan kemiskinan mutlak adalah suatu keadaan dimana kebutuhan-kebutuhan pokok yang primer seperti pangan, sandang, papan, kesehatan (air bersih, sanitasi), kerja yang layak dan pendidikan dasar tak terpenuhi, apalagi kebutuhan-kebutuhan sekunder seperti misalnya partisipasi, rekreasi atau lingkungan hidup yang menyenangkan. Kemiskinan mutlak ini merupakan keadaan kekurangan secara fisik yang dalam bentuk ekstrimnya bisa menimbulkan kematian. Kekurangan pangan dapat menyebabkan kelaparan yang akhirnya menimbulkan penyakit busung lapar misalnya dan akhirnya membawa orang miskin itu kepada kematian. Hal yang sama bisa terjadi jika orang tidak punya sandang atau papan yang cukup dan memadai untuk menunjang kehidupannya. Kemiskinan mutlak ini menyebabkan orang tidak bisa tumbuh dan mengembangkan seluruh potensinya secara maksimal. Misalnya saja seorang pengamen yang sering kali saya temui dalam perjalanan 20 sampai 30 menit dalam perjalanan menuju kampus, ada cukup banyak dari para pengamen itu yang suaranya memang sungguh bagus daripada teman saya yang tamatan dari Sekolah Menengah Musik.
Saya berpikir, kalau mereka memiliki cukup uang untuk melatih suara mereka dalam sekolah-sekolah musik yang berkualitas, mungkin mereka akan menjadi penyanyi bagus dan terkenal. Tetapi kenyataannya mereka tidak memiliki uang sebagai sarana untuk mengembangkan potensi yang ada di dalam dirinya itu, sehingga ia hanya mentok sebagai pengamen jalanan saja.
Hal yang sama juga bisa terjadi pada potensi-potensi lain dari seorang anak manusia yang miskin. Bakat seni, otak yang brilian, kemampuan motorik yang baik dan laiinnya hanya menjadi potensi terpendam yang selamanya terpendam. Potensi-potensi yang diakruniakan oleh Tuhan untuk membekali kehidupannya tidak bisa ia gunakan sampai ia kembali lagi kepada-Nya dalam kematian. Saya membayangkan betapa maju dan indahnya dunia ini seandainya semua manusia dapat mengembangkan seluruh potensi yang ada di dalam diri mereka. Selain itu, kemiskinan mutlak juga membuat seseorang tidak dapat menggapai cita-citanya. Saya percaya bahwa tidak ada satu orang pun di dunia ini yang tidak mempunyai cita-cita dan mimpi.
Sedangkan yang kedua, kemiskinan relatif menyangkut pembagian pendapatan nasional dan berarti ada perbedaan yang mencolok antara berbagai lapisan atau kelas dalam masyarakat. Jadi, kemiskinan relatif harus diatasi, karena kemiskinan relatif biasanya berkaitan dengan masalah ketidakadilan dan ketidakmerataan pendapatan nasional. Dalam konteks Indonesia secara khusus, kebanyakan orang yang miskin relatif biasanya juga miskin mutlak. Oleh sebab itu, masalah yang paling urgen untuk dipikirkan dan diatasi dalam konteks Indonesia adalah kemiskinan mutlak.
Analisis penyebab kemiskinan
Apakah kemiskinan suatu takdir? Kalau memang kemiskinan adalah suatu takdir, berarti memang sudah ketetapan Allah SWT bahwa di dunia ini harus ada orang yang miskin, maka penyebab kemiskinan adalah jelas, Allah! Dan kalau sudah demikian tidak ada usaha apa pun yang bisa kita lakukan untuk menyingkirkan kemiskinan dari kehidupan manusia karena memang Allah menghendaki keberadaannya. Dan seluruh usaha manusia untuk mengentaskan orang-orang miskin dari keadaannya yang miskin itu akan sia-sia.
Biasanya ada dua faktor (pendekatan) yang dipakai untuk memahami penyebab terjadinya kemiskinan, yaitu faktor individual dan faktor struktural. Yang dimaksud sebagai faktor individual adalah bahwa kemiskinan seseorang tidak lain disebabkan oleh orang itu sendiri, misalnya saja kemalasan dan kebodohan. Dibandingkan dengan orang jepang atau orang Barat, orang Indonesia dinilai lebih santai (malas) dalam bekerja. Itulah sebabnya Negara-negara barat dan Jepang jauh lebih kaya dan maju, sedangkan Indonesia tetap menjadi Negara yang miskin dan tertinggal.
Kalau kita kembali melihat para pedagang asongan dalam perjalanan 20 sampai 30 menit di atas, sebagian dari mereka ternyata tidak bisa digolongkan sebagai orang-orang yang malas dan kurang bekerja keras.
Mereka memiliki jam kerja yang jauh lebih panjang daripada pekerja formal, dan kalau melihat bagaimana mereka selalu mengejar dan turun-naik dari satu angkutan kota ke angkutan kota lainnya, mereka bukanlah termasuk orang yang bekerja dengan setengah hati. Sehingga pertanyaannya kemudian adalah “mengapa orang yang begitu rajin dan sungguh-sungguh dalam bekerja tetap saja menjadi orang yang miskin?” Tampaknya faktor kemalasan tidak bisa menjadi jawaban lagi di sini. Oleh sebab itu, kita harus mulai mencari faktor-faktor penyebab lainnya.
Lalu kita menemukan kebodohan. Ternyata orang itu tidak berpendidikan sehingga ia tidak bisa mengembangkan usahanya. Lalu kita bertanya mengapa orang itu tidak berpendidikan? Mengapa dia tidak sekolah? Mengapa biaya sekolah mahal? Dan mengapa sekolah A seakan-akan hanya diperuntukkan bagi anak-anak dari golongan A saja, karena anak-anak dari golongan B walaupun pintar tetap tidak bisa masuk ke sana? Kalau kita sudah sampai pada pertanyaan-pertanyaan seperti ini, maka kita merasa bahwa pendekatan individual ternyata sama sekali tidak memadai untuk menerangkan penyebab kemiskinan. Oleh karena iu, pendekatan struktural akan sangat menarik perhatian kita.
Dalam pendekatan struktural, penyebab kemiskinan terutama disebabkan oleh struktur masyarakat dan Negara, yaitu meliputi masalah sosial, budaya dan politik. Seringkali struktur masyarakat kita terbentuk sebagai suatu struktur yang menguntungkan sedikit orang tetapi merugikan banyak orang lainnya. Ini adalah suatu struktur yang tidak adil di Indonesia khususnya, struktur yang tidak adil ini atau bisa kita sebut sebagai ketidakadilan sosial yang berdiri hamper di semua lembaga-lembaga kemasyarakatan. Sehingga ketidakadilan itu bagaikan udara yang mau tidak mau harus kita hirup setiap hari. Dari perspektif ini kita bisa memahami mengapa pedagang asongan itu tidak dapat keluar dari kemiskinannya.
Ternyata ketidakmampuannya dalam mengembangkan usahanya bukanlah semata-mata karena kesalahannya sendiri karena ia bodoh dan tak berpendidikan. Tetapi jauh lebih dalam dari itu, yang sebenarnya menyebabkan ia tidak berpendidikan dan bodoh adalah struktur masyarakat yang tidak adil dan pemerintah yang tidak peduli. Seharusnya masalah pendidikan adalah tanggungjawab pemerintah, tidak memiliki uang bukan alasan bagi seseorang tidak bisa menikmati pendidikan. Perintah seharusnya menciptakan suatu sistem pendidikan yang memungkinkan orang yang paling miskin pun bisa menikmati pendidikan sampai ke jenjang yang paling tinggi. Bukannya malah melanggengkang diskriminasi yang membatasi kaum miskin untuk menikmati pendidikan yang sangat dibutuhkan dan diinginkan.
Kembali pada pedagang asongan tadi, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa kemiskinan ternyata tidak semata-mata disebabkan oleh faktor individual melainkan terutama sebenarnya oleh faktor struktural. Dan faktor struktural ini begitu besar mengambil peran dalam penciptaan kemiskinan, karena ia meliputi semua orang yang ada di dalamnya. Faktor ini berada di luar diri individu sehingga dalam banyak hal tida bisa dikendalikan oleh individu tersebut, tetapi sangat mempengaruhi individu tersebut.
Jadi, apa itu kemiskinan dan bagaimana mengatasinya?
“Apa itu kemiskinan?” adalah sangat penting untuk kita jawab, karena dari jawaban kita itulah kemudian kita dapat merumuskan metode-metode dan program-program untuk mengatasinya. Jawaban kita terhadap pertanyaan itu merupakan identifikasi kita terhadap persoalan dan esensi kemiskinan, yang mana hal itu akan menjadi penentu tepat tidaknya program dan metode yang kita pakai untuk mengatasinya. Apa itu kemiskinan? Ada dua pandangan yang saat ini dianut oleh para pecinta keadilan yang memperjuangkan penghapusan kemiskinan, yaitu yang pertama pemahaman kemiskinan sebagai kekurangan dan yang kedua pemahaman kemiskinan sebagai keterbatasan.
Kemiskinan sebagai kekurangan adalah suatu pemahaman yang memandang orang miskin adalah orang yang sepenuhnya memiliki berbagai kekurangan. Dalam pemahaman ini, letak kemiskinan tukang becak adalah terletak pada ketidakmampuannya dalam memenuhi kebutuhan pokoknya seperti sandang, pangan, dan papan bagi keluarganya. Demikian juga dilihat kemiskinan para pedagang asongan, pengamen, dan pengemis yang kita bicarakan di atas. Pemahaman mengenai kemiskinan yang seperti ini akan memunculkan program pengentasan kemiskinan yang hanya berorientasi pada membantu orang-orang miskin tersebut dalam memenuhi kekurangan-kekurangan mereka. Salah satu program pengentasan kemiskinan yang pernah dilakukan oleh Kepala Lingkungan Sei Agul adalah dengan cara memberikan bantuan sembako kepada warga yang dikatakan berada pada ekonomi lemah.
“Kemiskinan dalam pengertian konvensional pada umumnya (income) komunitas yang berada di bawah satu garis kemiskinan tertentu. Oleh karena itu, sering sekali upaya pengentasan kemiskinan hanya bertumpu pada upaya peningkata pendapatan komunitas tersebut. pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa pendekatan permasalahan kemiskinan dari segi pendapatan saja tidak mampu memecahkan permasalahan komunitas. Karena permasalahan kemiskinan komunitas bukan hanya masalah ekonomi namun meliputi berbagai masalah lainnya. Kemiskinan dalam berbagai bidang ini disebut dengan “kemiskinan plural.”
Pemahaman yang kedua adalah kemiskinan sebagai keterbatasan. Dalam pemahaman ini kemiskinan dilihat sebagai halangan, rintangan, atau penindasan yang menyebabkan seseorang tidak bisa melakukan atau bergerak dengan leluasa mencapai apa yang ia inginkan. Kemiskinan adalah pengalaman ketidakberdayaan dan ketergantungan.
Seperti yang telah dicontohkan dalam pokok kemiskinan mutlak, kemiskinan menyebakan seseorang tidak bisa mengembangkan potensi yang ada di dalam dirinya atau menggapai cita-citanya. Kemiskinan benar-benar berupa batu besar yang menghalangi langkah maju seseorang. Kemiskinan seperti ini terutama berada dalam bentuk struktur yang tidak adil. Ketidaberdayaan dan ketergantungan dengan sistem dan struktur yang tidak adil itu membuat kita selalu dirugikan (paling tidak kita tidak mendapat keuntungan seperti yang bisa didapat oleh orang-orang yang diuntungkan oleh sistem yang tidak adil itu) dalam setiap apa yang kita usahakan. Namun demikian kita tidak bisa melawan atau bertindak seakan-akan struktur itu tidak ada. Tidak ada ruang yang tidak ditempatinya, tidak ada tempat dimana kita bisa benar-benar bebas dari pengaruh dari kekuasaannya. Mau tidak mau kita harus hidup dan melakukan segala aktifitas kita di bawah pengaruh struktur tersebut. karena struktur itu ternyata tidak menguntungkan kita dan bahkan cenderung selalu menghalangi kita untuk maju, maka struktur itu sendiri bagi orang-orang miskin yang dirugikan adalah suatu keterbatasan. Dalam struktur ini orang-orang miskin tidak mempunyai akses/jalan pintas menuju tempat lebih tinggi karena jalan yang disediakan oleh struktur itu sangat sulit, berat dan terjal, kalau bisa dikatakan bahwa jalan-jalan itu sebenarnya memang dibuat buntu sama sekali.
Usaha pengentasan kemiskinan telah dilakukan dengan pembagian sembako, BLT (Bantuan Langsung Tunai), perubahan berbagai peraturan yang tidak berpihak kepada orang miskin, dan juga program-program peningkatan pendidikan seperti peningkatan kesejahteraan guru, peningkatan fasilitas pendidikan dan beasiswa. Bahkan lebih dari itu mengenai masalah pendidikan pemerintah telah menetapkan wajib belajar enam tahun yang kemudian ditingkatkan lagi menjadi wajib belajar sembilan tahun.
Sampai di sini pertanyaan yang sudah muncul dalam pendahuluan muncul kembali; mengapa semua usaha itu sepertinya belum berbuah apa-apa? Mengapa di Indonesia masih sangat banyak orang yang hidup dalam kemiskinan? Masalahnya ada pada skala prioritas. Saat ini usaha-usaha pengentasan kemiskinan dilakukan dengan banyak macam cara dan program tetapi semuanya tidak maksimal.
Selain itu, program-program yang dibuat kebanyakan lebih bersifat sementara dan tidak berorientasi pada usaha pemutusan lingkaran setan kemiskinan.
Senin, 07 September 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar