I. PENDAHULUAN
Akhir-akhir ini energi dan pikiran kita selalu tertuju pada permasalahan krusial yang sedang menimpa negeri ini yakni kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Permasalahan minyak selalu menjadi perdebatan yang panjang karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Tanggal 1 Maret dini hari lalu pemerintah akhirnya memutuskan untuk menaikan harga BBM. Menurut mereka (Pemeritah), keputusan ini diambil semata-mata untuk menalangi dana APBN, merupakan sebuah keputusan yang berani. Pada awalnya pemerintah akan mengiming-imingi akan memberikan dana subsidi untuk BBM sebesar 72 Triliun rupiah. Namun, pada kenyataannya di kemudian hari, pemerintah berubah pikiran dan akhirnya mencabut dana subsidi untuk BBM. Pemerintah menganggap bahwa dana subsidi ini akan lebih bermanfaat jika dialihkan untuk sektor pendidikan, kesehatan dan dana sosial lainnya dengan metode kompensasi. Dan pada akhirnya nanti masyarakat dapat mengakses pendidikan dan pelayanan kesehatan secara gratis. Pertanyaan yang paling mendasar adalah akankah dana kompensasi tersebut benar-benar sampai ke tangan rakyat yang membutuhkan?. Hal ini wajar untuk dipertanyakan mengingat pengalaman pemerintahan yang lalu pun gagal dengan model jaringan pengaman sosialnya (JPS). Selain itu sistem bikrokrasi kita yang cukup panjang dan alot sehingga memungkinkan terjadinya kebocoran dalam penyalurannya nanti.
Mengapa harus BBM yang menjadi titik sentral dari permasalahan sekarang ini? Pertama, karena kenaikan harga BBM telah banyak membuat rakyat kita menjadi menderita, lebih-lebih kaum miskin, untuk itu harus disuarakan. Bayangkan, dengan kenaikan harga BBM harga barang-barang kebutuhan pokok ikut naik, keluarga yang tadinya bisa menyekolahkan lima orang anaknya, namun dengan kenaikan BBM mereka terpaksa tidak melanjutkan sekolah anak-anaknya hanya karena menutupi kebutuhan pokok mereka yang terus melonjak.
Kedua, penulis berpendapat isu BBM merupakan isu yang masih hangat selama kenaikan BBM belum diturunkan, minimal hingga dua atau tiga bulan ke depannya dan puncaknya akan terjadi pada bulan Mei, dimana bertepatan dengan peringatan hari Reformasi tanggal 21 Mei.
Ketiga, dengan adanya pembagian subsidi BBM yang disalurkan kepada masyarakat melalui BLT (Bantuan Langsung Tunai), pasti akan adanya penyelewengan terhadap dana-dana tersebut, walaupun dalam jumlah yang sedikit.
Dalam makalah ini, penulis akan mencoba untuk menjabarkan pendapat dari beberapa tokoh dan pendapat penulis sendiri, apakah setuju dengan ditariknya subsidi BBM dan alasannya. Mungkin ada yang mengatakan setuju dengan penarikan BBM dan ada juga yang tidak setuju dengan dilakukannya penarikan tersebut.
II. PEMBAHASAN
Pertanyaan yang cepat muncul adalah: apakah menaikkan harga BBM tidak akan memberatkan ekonomi, menambah "ekonomi-biaya-tinggi", dan menaikkan inflasi? Apa saja kendala yg akan dihadapi pemerintah kelak? Kalau itu jalan terakhir untuk menyelamatkan negeri ini mengapa tidak? Persoalannya kemudian ialah baik rakyat, maupun Pemerintah tidak siap untuk itu. Rakyat secara ekonomi belum siap sama sekali selama ini kita sudah terbiasa disubsidi pemerintah. Dari satu sisi dalam langkah peninggkatan ekonomi rakyat, pola subsidi dalam jangka panjang sangat merugikan peningkatan ekonomi bangsa karena rakyat tidak pernah tahu nilai sesungguhnya dari tiap 1 liter pemakaian BBM. Bukan hanya BBM, listrik juga begitu, semua rakyat Indonesia yang memakai listrik masih disubsidi. Dalam kaitan pembangunan ekonomi, sistem subsidi tidak positif malah membawa dampak pemahaman yang salah dari rakyatnya sendiri.
Pemerintah tidak bisa mengambil alternatif lain selain menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) akhir bulan ini. Kenaikan BBM dipilih sebagai dampak krisis energi dan pangan yang melanda dunia saat ini. Hal ini diungkapkan Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (DPP IMM), Amirudin setelah diterima Wakil Presiden, Jusuf Kalla, di Jakarta, kemarin. Amirudin menyatakan, Wakil Presiden tidak bisa menjalankan solusi yang ditawarkan pihaknya yaitu memotong hutang negara untuk menyelamatkan APBN. Selain itu pihaknya juga mengusulkan agar pemerintah membatasi ekspor minyak dalam negeri dan hanya digunakan untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri. Amirudin menjelaskan Wakil Presiden keberatan dengan usulan itu karena jika dibandingkan negara lain, Indonesia tidak termasuk dalam klasifikasi negara miskin. Disamping itu secara psikologis tindakan pemerintah menaikkan harga BBM dapat menjadi pendidikan bagi rakyat untuk menjalankan tanggung jawabnya.
Jadi, kalau pemerintah kemudian mengurangi subsidi BBM, saya pikir itu wajar dan ini sangat membangun. Memang dalam beberapa waktu akan ada gejolak seperti demo, harga-harga kebutuhan pokok dan biaya produksi akan naik. Lebih baik rakyat Indonesia menikmati BBM termasuk listrik pada level harga sesungguhnya tetapi melimpah.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mengungkapkan, kecenderungan penggunaan BBM bersubsidi oleh kelompok masyarakat mampu mencapai Rp107,84 triliun dalam APBN perubahan 2008.
Mengapa subsidi BBM perlu dihapuskan? Jadi, BBM perlu ditarik subsidinya karena persediaannya semakin sedikit dan jumlah penduduk Indonesia yang banyak. Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah benarkah subsidi BBM merupakan pengeluaran terbesar negara sehingga jika dipertahankan bakal mengancam keuangan negara?
Pencabutan subsidi bukan satu-satunya jalan keluar untuk mencegah kebangkrutan. Ada alternatif lain, yaitu;
• Mengurangi kebocoran belanja rutin, yang selama ini banyak dikorupsi. Tahun 2003 saja BPK mengumumkan kebocoran APBN mencapai 150 trilyun, dan
• Mengurangi pembayaran utang dengan cara meminta pemotongan jumlah hutang. Anehnya pemerintah menolak tawaran moratorium hutang.
Jadi, Bagaimana seharusnya proses penghapusan subsidi dilakukan? Secara bertahap dan berkesinambungan. Tidak seperti sekarang, kalau sudah terdesak, baru subsidi dikurangi. Seharusnya subsidi BBM direvisi misalnya 3 bulan sekali, ini adalah jangka waktu yang menurut saya tidak memberatkan rakyat dalam hal besar kenaikan harganya, tetapi juga cukup lama rentang waktu antara overhead administratif dalam menaikkan harga BBM. Dan tentu saja, subsidi BBM tidak perlu ditunda hanya karena takut tidak dipilih dalam pemilu mendatang.
Baik orang kaya maupun orang miskin menikmati subsidi BBM. Subsidi BBM adalah subsidi tidak langsung. Artinya bukan bensin, solar atau minyak tanah itu sendiri yang mempunyai arti. Subsidi BBM menopang daya beli masyarakat. Jika subsidi dicabut, daya beli masyarakat akan jatuh. Bahan bakar merupakan komponen setiap barang dan jasa yang kita konsumsi (pangan, sandang, perumahan, obat-obatan, layanan pendidikan). Jika subsidi dihapus, maka harga pangan, sandang, perumahan, obat dan layanan pendidikan meningkat drastis. Orang miskin akan semakin sulit menjangkau kebutuhan pokok dan layanan dasar yang harganya melambung. Dampak kenaikan harga lebih besar bagi orang miskin ketimbang bagi orang kaya.
Orang kaya memang mengkonsumsi minyak dan energi lebih banyak karena mereka punya rumah lebih besar (listrik lebih banyak, untuk penerangan, kulkas dan AC) dan punya mobil yang haus bensin. Itu memang tidak adil. Harus ada cara untuk mengoreksi ketidakadilan itu. Pencabutan subsidi bukan cara satu-satunya. Kita tak perlu membakar rumah untuk menangkap tikus.
Pemerintah memastikan tidak akan terjadi krisis pangan bila harga BBM resmi dinaikkan. Bahkan pemerintah telah menyiapkan ketersediaan stok pangan dalam rangka mengantisipasi dampak kenaikan harga pangan.
Berikut adalah pendapat yang berbeda mengenai BBM antara Priyadi dan Indra Kusumah (Presiden BEM UNPAD). Priyadi mengatakan bahwa subsidi BBM perlu dihapuskan. Alasan utamanya adalah karena BBM merupakan sumber daya yang tidak dapat diperbaharui. BBM adalah hidrokarbon yang dibentuk dari proses yang berlangsung dalam skala waktu geologis. Dalam skala kehidupan manusia, BBM praktis merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Artinya, suatu saat nanti akan habis dan sebelum habis harganya akan terus meningkat. Jika BBM disubsidi dengan sistem harga retail tetap, maka besar subsidi sudah pasti akan terus membesar. Fakta ini adalah kenyataan hukum alam. Priyadi tidak setuju apabila kita mempertahankan subsidi BBM karena akan memberatkan rakyat. Subsidi BBM akan menghasilkan anggaran belanja Negara yang deficit. Akhirnya akan berimbas kepada semakin banyaknya hutang Negara atau nilai tukar rupiah yang semakin melemah. Jika subsidi dipertahankan, efeknya akan jauh lebih memberatkan rakyat daripada jika subsidi dihapuskan.
Produksi minyak Indonesia pada Agustus 2005 adalah 940 ribu barrel/hari. Ini jauh di bawah kuota OPEC yang besarnya 1,451 juta barrel/hari. Menurut data ini, produksi minyak Indonesia hanyalah 2.75% dari seluruh produksi negara-negara anggota OPEC. Apakah produksi minyak Indonesia dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri? Produksi minyak Indonesia turun 4,5% menjadi 1,13 juta barrel/hari. Sedangkan konsumsi minyak meningkat 1,4% menjadi 1,15 juta barrel/hari. Artinya, Indonesia harus mengimpor minyak untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Selain itu perlu juga dipertimbangkan bahwa tidak seperti kebanyakan negara-negara penghasil minyak lainnya, Indonesia adalah negara yang banyak penduduknya. Walaupun cadangan minyak Indonesia tidak sampai 1% dari cadangan minyak negara-negara anggota OPEC, jumlah penduduk Indonesia adalah 42% dari seluruh jumlah penduduk negara-negara anggota OPEC.
Sedangkan menurut Indra Kusumah, naiknya harga minyak dan gas dunia memang meningkatkan jumlah subsidi BBM. Tetapi, juga meningkatkan pendapatan ekspor Indonesia dari sektor minyak dan gas. Artinya, naiknya pengeluaran untuk subsidi diimbangi oleh naiknya pendapatan ekspor migas. Anggaran akan aman karenanya. Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro mengatakan, pendapatan ekspor migas kita akan meningkat bersama naiknya harga minyak di pasaran Internasional. Selain itu, Kusumah juga berpendapat bahwa subsidi tidak akan mengancam defisit anggaran.
BBM merupakan pengeluaran terbesar Negara, sehingga jika dipertahankan akan mengancam keuangan Negara. Asumsi tersebut adalah salah karena di luar belanja rutin (gaji pegawai, pembelian barang dan belanja pembangunan), pengeluaran terbesar pemerintah pusat ditempati oleh pembayaran hutang Negara. Pada hakikatnya pembayaran hutang ini adalah subsidi pemerintah kepada orang-orang kaya pengemplang hutang BLBI dan sebagainya.
Mungkin kita akan mengeluarkan pertanyaan mengenai harga BBM. Masih adakah negara lain yang harga minyaknya lebih murah dibandingkan dengan Indonesia? Jawabnya adalah ya. Negara tersebut adalah Saudi Arabia, Brunei Darussalam dan Venezuela.
Selain itu, pendapatan per kapita Indonesia di bawah negara-negara lain yang harga BBMnya lebih tinggi. Jadi mengapa Indonesia mengikuti harga BBM negara-negara tersebut? Jawabnya adalah GDP atau GNP bukan merupakan parameter untuk menentukan harga sebuah produk barang yang akan kita pasarkan, tetapi ditentukan oleh: biaya pembentukan bahan baku, nilai tambah terhadap bahan baku, transportasi dan distribusi, profit bagi pelaku.
Dengan melonjaknya harga minyak dunia sampai di atas US$100 per barrel, DPR dan pemerintah menyepakati mengubah pos subsidi BBM dengan jumlah Rp153 trilyun. Artinya pemerintah sudah mendapat persetujuan DPR mengeluarkan uang tunai sebesar Rp153 trilyun tersebut untuk dipakai sebagai subsidi dari kerugian pertamina. Jika akan ada uang yang dikeluarkan?
Pengertian subsidi adalah sebagai berikut:
Harga minyak mentah US$100 per barrel.
Karena 1 barrel = 159 liter,
Maka harga minyak mentah per liter US$100 : 159 = US$0,63
Kalau kita ambil US$ 1 = Rp10.000,00
Harga minyak mentah menjadi Rp6.300,00 per liter.
Untuk memperoleh minyak mentah sampai menjadi bensin premium kita anggap dibutuhkan biaya sebesar US$ 10 per barrel Rp630,00 per barrel. Kalau ini ditambahkan, harga pokok bensin premium per liternya sama dengan Rp6.300,00+Rp630,00= Rp6.930,00. Dijualnya dengan harga Rp4.500,00. Maka rugi Rp2.430,00. Jadi perlu subsidi.
Alur pikir seperti ini benar. Yang tidak benar adalah bahwa minyak mentah yang ada di bawah perut bumi Indonesia yang miliknya bangsa Indonesia dianggap harus dibeli dengan harga di pasaran dunia US$100 per barrel. Memang konsumsi lebih besar dari produksi sehingga kekurangannya harus diimpor dengan harga di pasar internasional yang mahal.
Kalau perhitungan diatas benar, kemana perginya kelebihan Rp 35 trilyun, dan kemana uang yang masih akan dikeluarkan untuk subsidi sebesar 153 trilyun rupiah itu.
Asumsi perhitungan arus keluar masuknya uang tunai tentang BBM:
DATA DAN ASUMSI
Produksi : 1 juta barrel per hari
70% dari produksi menjadi BBM hak bangsa Indonesia.
Konsumsi 60 juta kiloliter per tahun.
Biaya lifting, pengilangan, dan pengangkutan US$10 per barrel.
1 US$ = Rp10.000,00.
Harga minyak mentah di pasar Internasional.
1 barrel = 159 liter.
PERHITUNGAN
Produksi dalam liter per tahun :
70% x (1.000.000 x 159) x 365 = 40.624.500.000
Konsumsi dalam liter per tahun = 60.000.000.000
Kekurangan yang harus diimpor dalam liter per tahun = 19.375.500.000
Rupiah yang harus dikeluarkan untuk impor ini
(19.375.500.000 : 159) x 100 x 10.000 = 121.900.000.000.000
Kelebihan uang dalam rupiah dari produksi dalam negeri
40.624.500.000 x Rp3.870 = 157.216.815.000.000
Walaupun harus diimpor dengan harga US$100 per barrel
Pemerintah masih kelebihan uang tunai sebesar = 35.316.815.000.000
Perhitungan kelebihan penerimaan uang untuk setiap liter bensin premium yang dijual,
Harga bensin premium per liter (dalam rupiah) = 4.500
Biaya lifting, pengilangan dan transportasi
US$ 10 per barrel atau per liter :
(10 x 10.000) : 159 = Rp 630 (dibulatkan) = 630
Kelebihan uang per liter = 3.870
III. PENUTUP
Memang dengan dibuatnya keputusan untuk menaikkan harga BBM (Bahan Bakar Minyak), sangat menyengsarakan masyarakat banyak, terutama bagi masyarakat dengan ekonomi menengah kebawah. Tetapi, penulis yakin bahwa pemerintah mengeluarkan keputusan tersebut berdasarkan pemikiran yang matang dan tidak asal-asalan. Dan untuk mengurangi beban masyarakat dalam hal ini pemerintah mengeluarkan dana subsidi BBM yang disalurkan melalui dana BLT (Bantuan Langsung Tunai).
Disisi lain, penulis juga setuju dengan pendapat Priyadi di atas yaitu penghapusan subsidi BBM. Penulis setuju dengan pendapat tersebut karena menganggap bahwa hal itu akan memanjakan masyarakat dengan iming-iming uang yang didapat walaupun hanya sebesar Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah)/bulannya yang disalurkan secara kolektif yaitu 3(tiga) bulan sekali. Dalam artian, subsidi BBM yang diberikan pemerintah kepada masyarakat akan membuat masyarakat menjadi malas untuk bekerja. Hal ini disebabkan karena masyarakat akan berfikiran primitif. Sebagai contoh masyarakat Pakistan. Masyarakat di sana berfikiran, untuk apa mereka susah payah bekerja padahal mereka sudah mendapatkan penghasilan tetap setiap bulannya tanpa harus bekerja banting tulang.
Kalau diambil kesimpulan dari pemikiran yang seperti di atas, sesungguhnya pemberian subsidi BBM dari pemerintah kepada masyarakat merupakan satu hal yang sangat tidak mendidik dan mungkin dapat merubah pemikiran masyarakat banyak yang tadinya akan bekerja dengan sungguh-sungguh untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, bahkan berubah menjadi malas untuk bekerja karena sudah ada topangan hidupnya.
Jadi, apapun pendapat yang kita sampaikan mengenai setuju atau tidak setujunya dilakukan peningkatan harga BBM dan penarikan subsidi BBM, semua dari pendapat itu akan menghasilkan sisi baik dan juga sisi buruk.
1. peningkatan harga BBM
Dengan dinaikkannya harga BBM berarti menambah jumlaj subsidi. Selain itu juga akan meningkatkan pendapatan ekspor Indonesia. Tetapi sisi buruk atau dampak dari peningkatan harga BBM adalah kesenjangan sosial yang terjadi dimana-mana, sebagai contoh satu keluarga yang tadinya dapat menyekolahkan lima orang anaknya sekarang tidak bisa lagi karena sibuk memikirkan bagaimana cara untuk menutupi kebutuhan sehari-harinya.
2. penarikan subsidi BBM
Dengan ditariknya subsidi BBM, akan mengurangi pemikiran primitif masyarakat akan kesungguh-sungguhan mereka dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dan dampak buruk dari penarikan ini adalah lenyapnya harapan dari sebagian masyarakat yang mungkin dengan adanya pemberian subsidi ini, dapat membantu kebutuhan hidupnya sehari-hari.
GDP (Gross Domestic Product) dan GNP(Gross National Product) mungkin hanya berpengaruh secara tidak langsung terhadap biaya yang dikeluarkan untuk membayar sumber daya manusia yang terlibat dalam proses pembuatan produk.
Karena itu, BBM tanpa subsidi di Indonesia kemungkinan besar akan lebih murah daripada sebagian besar negara-negara lain. Sedangkan profit bagi pelaku bisnis BBM hanya dapat diminimalkan jika terdapat pelaku bisnis lebih dari satu entitas dan tidak berlaku sistem kartel.
DAFTAR PUSTAKA
http://id.voi.co.id/news/6/tahun/2008/bulan/05/tanggal/14/id/1701/
http://priyadi.net/archives/2005/09/23/dukung-kenaikan-harga-bbm-2/
http://aryantoabidin.blogspot.com/atom.xml
http://economy.okezone.com/index.php/readstory/2008/05/18/19/110290/19/bappenas-rp07-84-t-subsidi-bbm-dikonsumsi-orang-kaya
http://www.pacific.net.id/pakar/sadli/0797/
http://mfahmia2705.blogspot.com/2005/09/daftar-harga-bbm-di-beberapa-negara.html
http://sijorimandiri.net/fz/index.php?option=com-content&task=blogcategory&id=0&Itemid=32
Kamis, 19 November 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar