A. Pendahuluan
Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku yang relatif tetap. Dalam proses ini perubahan tidak terjadi sekaligus tetapi terjadi secara bertahap tergantung pada faktor-faktor pendukung belajar yang mempengaruhi siswa. Faktor-faktor ini umumnya dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern berhubungan dengan segala sesuatu yang ada pada diri siswa yang menunjang pembelajaran, seperti inteligensi, bakat, kemampuan motorik pancaindra, dan skema berpikir. Faktor ekstern merupakan segala sesuatu yang berasal dari luar diri siswa yang mengkondisikannya dalam pembelajaran, seperti pengalaman, lingkungan sosial, metode belajar-mengajar, strategi belajar-mengajar, fasilitas belajar dan dedikasi guru. Keberhasilannya mencapai suatu tahap hasil belajar memungkinkannya untuk belajar lebih lancar dalam mencapai tahap selanjutnya.
B. Pembahasan
Seringkali kita menghadapi anak yang mengalami kesulitan dalam mempelajari suatu materi belajar. Seringkali hal ini menimbulkan frustasi, baik pada anak maupun orang tua sebagai pendamping. Tidak jarang, sebagai orang tua berprasangka , “Jangan-jangan anakku gak normal nih…”. Ditambah lagi saat ini banyak sekali istilah-istilah “gangguan” yang dapat mempengaruhi prestasi belajar anak, salah satunya adalah Kesukaran Belajar.
Berikut ini adalah beberapa macam pengertian Kesukaran Belajar dari berbagai sumber:
1. Kesukaran belajar adalah sekelompok disorders yang mempengaruhi beberapa kemampuan akademis dan fungsional termasuk kemampuan untuk berbicara, mendengarkan, membaca, menulis, mengeja, reason, dan mengorganisasikan informasi. Kesukaran belajar bukanlah indikator dari rendahnya intelegensi seseorang. Seseorang dengan kesukaran belajar terkadang sulit untuk mencapai tingkat intelektual sesungguhnya karena kelemahan dalam satu atau lebih proses informasi otak (http://en.wikipedia.org/wiki/Learning_disability).
2. Istilah kesukaran belajar diberikan kepada siswa-siswa yang tidak mampu membuat peningkatan yang adekuat dalam menghadapi kurikulum sekolah, utamanya dalam kemampuan dasar seperti bahasa, sastra, dan matematika. Masalah-masalah yang mereka alami bisa terjadi hanya pada salah satu mata pelajaran namun dapat juga terjadi pada seluruh mata pelajaran dalam kurikulum sekolah. Karena berbagai alasan, siswa-siswa tersebut tidak mampu mengikuti pelajaran dengan mudah. (Westwood, Peter, Learning and Learning Difficulties : A Handbook for Teachers, halaman 53)
3. Kesukaran belajar sebagai gangguan pada satu atau lebih proses dasar psikologis termasuk dalam memahami atau menggunakan bahasa tulis dan lisan, yang mana tampak dalam kemampuan menyimak, berpikir, berbicara, membaca, mengeja, dan menyelesaikan hitungan matematis. Adapun yang termasuk dalam kesukaran belajar adalah perseptual dissabilities, kerusakan otak, minimal brain dysfunction, dyslexia, dan aphasia. Masalah-masalah belajar yang berdasar dari visual, hearing, and motoric dissabilities, reterdasi mental, atau environmental, cultural, dan economic disadvantage tidak termasuk dalam kelompok ini. (The regulations for Public Law (P.L.) 101-476, the Individuals with Disabilities Education Act (IDEA), formerly P.L. 94-142, the Education of the Handicapped Act (EHA) dalam http://www.kidsource.com/NICHCY/learning_disabilities.html).
4. Kesukaran belajar merujuk pada beberapa gangguan yang berdampak pada proses akuisisi, organisasi, retensi, memahami penggunaan informasi secara verbal maupun non verbal. Gangguan ini diakibatkan oleh impairment dari satu atau lebih proses yang berhubungan dengan perceiving, thinking, rembering, atau learning ( Official Definition of Learning Dissabilities, adopted by The Learning Dissabilities Association of Canada, dalam http://www.ldac-taac.ca/Defined/defined_new-e.asp).
Dari berbagai pengertian tersebut, dapat disimpulkan ada 3 hal yang mencirikan Kesukaran Belajar (MASALAH DALAM PROSES BELAJAR-MENGAJAR), yaitu :
1. Kesulitan yang berkaitan dengan salah satu atau beberapa proses dalam belajar (mempersepsi, berpikir, mengingat)
2. Adanya minimal brain dysfunction namun tidak berhubungan dengan tinggi rendahnya tingkat intelegensi atau kerusakan fisik alat indera.
3. Paling jelas tampak dalam setting sekolah karena mengakibatkan seseorang dengan kesukaran belajar kesulitan mengikuti materi di sekolah.
Inti dari proses belajar adalah pengolahan informasi pada proses tersebut yang terdiri dari beberapa tahapan. Sesuai kesimpulan pertama, maka kesukaran belajar dapat dikelompokkan berdasarkan tahapan-tahapan dalam pengolahan informasi.
1. Input :
Kesukaran belajar pada kategori ini berkaitan dengan masalah penerimaan informasi melalui alat indera, misalnya persepsi visual dan auditory. Kesukaran dalam persepsi visual dapat menyebabkan masalah dalam mengenali bentuk, posisi, atau ukuran objek yang dilihat. Kesukaran dalam persepsi auditory dapat menyebabkan kesulitan untuk fokus kepada salah satu stimulus suara, misalnya suara guru.
2. Integration
Tahap ini berkaitan dengan masa selama informasi diinterpretasikan, dikategorikan, diurutkan, atau dihubungkan dengan proses belajar di masa sebelumnya. Siswa yang mengalami masalah dalam kategori ini kemungkinan kesulitan dalam bercerita secara runtut, kurang mampu mengingat informasi secara berurutan misalnya urutan hari dalam seminggu, mampu memahami konsep yang baru namun kesulitan untuk mengeneralisasikan dengan konsep lain.
3. Storage
Tahap ini berkaitan dengan memori/ingatan. Kebanyakan masalah dalam kategori ini berkaitan dengan short-term memory yang membuat seseorang mengalami kesulitan dalam mempelajari materi baru tanpa banyak pengulangan. Misalnya kesukaran dalam memori visual mempengaruhi proses belajar dalam mengeja.
4. Output
Informasi yang telah diproses oleh otak akan muncul dalam bentuk respon melalului kata-kata, yaitu output bahasa, aktivitas otot, misalnya gesturing, menulis, atau menggambar. Kesulitan dalam output bahasa mengakibatkan masalah dalam bahasa lisan, misalnya menjawab pertanyaan yang diharapkan dimana seseorang harus menyampaikan kembali informasi yang disimpan, mengorganisasikan bentuk pikirannya dalam bentuk kata-kata. Hal yang serupa juga terjadi bila masalah menyangkut bahasa tulis. Kesulitan dalam kemampuan motorik menyangkut kemampuan motorik kasar dan halus.
Secara spesifik, ada beberapa kesukaran belajar yang sering ditemui, antara lain:
1. Kesukaran membaca
Kesukaran membaca adalah bentuk kesukaran belajar yang paling sering ditemui. Salah satu bentuk kesukaran membaca adalah dislexia. Kesukaran ini mempengaruhi proses membaca, termasuk kesulitan acurate/fluent word recognition, word decoding, reading rate, ekspresi dalam membaca, dan reading comprehension. Indikator yang paling umum adalah bila sesseorang mengalami kesulitan dalam phonem, kemampuan untuk menyatukan bunyi dalam kata-kata atau memecah kata-kata dalam bentuk komponen bunyi, dan kesulitan dalam mencocokkan huruf atau hubungan antara huruf dan bunyi.
2. Kesulitan menulis
Seseorang yang mengalami kesukaran dalam bentuk ini kurang mampu untuk menulis, mengeja, dan mengkategorikan ide-ide serta komposisi. Istilah dysgraphia seringkali digunakan dalam menyebut kesukaran ini, walaupun sebenarnya dysgraphia secara khusus mengarah pada kesukaran dalam tulis tangan.
3. Kesukaran matematika
Kesukaran matematika dapat disebabkan oleh kesulitan dalam mempelajari konsep-konsep matematis, misalnya; jumlah, nilai, tempat, dan waktu. Kesukaran belajar kategori ini sering disebut dyscalculia
4. Dyspraxia
Dyspraxia mengarah pada berbagai kesulitan kemampuan motorika. Dyspraxia dapat berkaitan dengan kesukaran dalam melakukan satu gerakan sederhana, misalnya menyisir rambut atau melambaikan tangan. Dapat juga berkaitan dengan melakukan beberapa gerakan, misalnya; mengenakan pakaian. Hal ini disebabkan seseorang mengalami kesulitan mengenai hubungan spasial misalnya kurang mampu menempatkan salah satu objek dengan tepat yang berhubungan dengan objek lainnya.
PROBLEM SOLVING DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
Dari sekian banyak masalah yang ada dalam proses belajar mengajar, dapat dipecahkan dengan cara sebagai berikut;
1. para anak didik diharapkan dapat mempersiapkan dirinya sebelum proses belajar dimulai dengan cara lebih mengonsentrasikan pikirannya untuk menerima pelajaran yang akan diberikan. Seperti slogan yang disampaikan oleh H. Syamsul Arifin (GubSu) yang menyatakan; rakyat tidak boleh bodoh, rakyat tidak boleh lapar, dan rakyat tidak boleh sakit. Bayangkan saja, bagaimana anak didik dapat menyerap pelajaran yang diberikan, apabila ia lapar dan sakit?
2. mengatasi minimal brain dysfunction, dengan cara mengkonsumsi makanan berupa vitamin yang dapat meningkatkan daya ingat anak didik. Tetapi anak didik juga harus melatih otaknya untuk berfikir, berkreasi dan lainnya, agak otak terbiasa bekerja (tidak hanya mengandalkan multivitamin).
3. Setting dalam sekolah. Setiap anak didik sudah diajarkan yang namanya menjaga kebersihan. Mungkin untuk sebagian sekolah, bukanlah anak didik yang membersihkan ruang belajarnya (lingkungan belajarnya), tetapi “pembersih sekolah”. Lingkungan yang bersih, tata letak perlengkapan dan peralatan yang teratur, udara yang nyaman, dan pemandangan yang asri merupakan beberapa hal yang dapat membantu membuat pikiran anak didik menjadi semangat untuk belajar.
4. mengenai masalah input, misal; suara. Hal tersebut dapat diatasi dengan menggunakan pengeras suara saat proses belajar mengajar berlangsung atau menggunakan ruangan yang kedap suara, sehingga suara berisik dari luar ruangan dapat dihindari.
Namun, apapun masalah yang dihadapi dalam proses belajar mengajar, semuanya itu dapat diatasi dengan adanya komunikasi yang baik antara anak didik dan pengajar dengan mengadakan tanya jawab mengenai kenyamanan dalam proses belajar mengajar (missal; membuat angket pertanyaan)
Rabu, 16 September 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar